Minggu, 12 Juni 2016

MAKALAH TENTANG ISLAM WETU TELU DI SUKU SASAK,LOMBOK,NTB



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masyarakat Sasak merupakan penduduk asli dan juga etnik mayoritas di pulau Lombok. Keberadaan mereka meliputi lebih dari 90% dari keseluruhan penduduk Lombok. Sedangkan kelompok-kelompok etnik lain seperti Bali, Jawa, Sumbawa, Bima Dompu, Arab dan Cina merupakan kelompok masyarakat pendatang. Pada umumnya masyarakat pendatang tersebut datang ke pulau Lombok sebagai pedagang, pegawai, mahasiswa, dan sebagainya.
            Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa, disamping terbagi secara etnik Lombok juga terbagi secara bahasa, kebudayaan dan keagamaan. Masing-masing etnik berbicara dengan bahasanya sendiri. Orang sasak, arab, bugis, samawa, dan mbojo mayoritas beragama Islam. Orang Bali hampir semuanya Hindu, sedangkan orang Cina pada umumnya beragama Kristen.
Dan juga mengenai sejarah masuknya Islam di Lombok ada banyak perbedaan, pertama Islam datang ke Lombok di datangi Islam sekitar abad ke VIII/IX (beberapa tahun setelah wafatnya Rasulullah), dan yang lebih ekstrim agama asli Sasak adalah agama Islam. Kedua Islam datang dari Arab yang di bawa oleh Syaikh Nurul Rasyid (Gaoz Abdul Rozaq) bersama rekan-rekannya pada abad ke XIII, ketiga Islam yang datang dari Jawa  yang dibawa oleh Pangeran Songopati dan Sunan Prapen pada abad ke XVI.
            Masyarakat Sasak sebelum masuk Islam merupakan komunitas yang memiliki religinya sendiri. Pemujaan terhadap benda- benda dan tempat- tempat ghaib (Animisme- Dinamisme) merupakan suatu sistem religi yang ada sebelum masuknya Islam. Dulu, masyarakat yang tinggal di daerah Lombok memeluk agama Hindu- Budha, ini karena hubungan politik dengan Majapahit menyebabkan mereka memeluk dua agama tersebut. Selain itu juga masyarakat Sasak memiliki kepercayaan sendiri yakni Islam Boda.
Masyarakat penganut Islam Wetu Telu, sebagai kelompok muslim Sasak yang kedua, meskipun mereka mengaku beragama Islam akan tetapi mereka terus menerus memuja roh leluhur dan berbagai macam dewa yang dipercaya mereka. Dalam hal ibadah mereka sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat penganut Islam Waktu Lima. Penganut ajaran Islam Wetu Telu sangat memegang teguh tradisi leluhur mereka, sehingga tidak heran dalam kehidupan sehari-hari adat memainkan peranan yang sangat dominan. Selain itu juga mereka mengadopsi adat sebagai bagian dari ritual-ritual keagamaan. Sehingga pelaksanaan ajaran islam pada masyarakat penganut ajaran islam wetu telu tidak terdapat batasan yang jelas antara adat, tradisi dan agama. Akar Animisme dan dogma Hindu belum bisa mereka lepaskan secara keseluruhan, sehingga ajaran Islam yang diterima belum sepenuhnya sempurna.
Erni Budiwanti menjelaskan bahwa penganut Wetu Telu memegang konsepsi dimana mereka tidak bisa terlepas dari proses Wetu- yang berasal dari kata metu yang berarti ke luar, dan telu (tiga) yang berarti melahirkan (menganak), bertelur (meneluk), dan tumbuh (mentiuk). Ketiga konsep inilah yang melandasi pandangan mereka terhadap pengakuan kemahakuasaan Tuhan.[1]
Menurut Erni Budiwanti, penganut Waktu Lima mendefinisikan Wetu Telu sebagai orang Islam yang melakukan hanya tiga dari limaRukun Islam yang ada hanyalah (Syahadat, Sholat dan Puasa). Kewajiban sholat yang dikerjakan hanya terbatas pada tiga waktu saja, yaitu sholat Subuh, Magrib dan Isya’.[2]

Ada juga yang beranggapan bahwa Wetu Telu adalah konsep kepercayaan yang iman kepada Allah SWT, adam dan hawa. Konsep kepercayaan ini lahir dari suatu pandangan bahwa unsur- unsur penting yang tertanam dalam ajaran Wetu Telu adalah:
1.      Rahasia atau Asma yang mewujudkan dalam panca indera tubuh manusia.
2.      Simpanan wujud Allah SWT termanifestasikan dalam Adam dan Hawa. Secara simbolis Adam merepresentasikan garis ayah atau laki- laki sementara Hawa merepresentasikan garis ibu atau perempuan.
3.      Kodrat Allah SWT adalah kombinasi lima indera.[3]

            Wetu Telu adalah model yang menampakkan unsur- unsur lokal yang enggan berubah mengikuti pola keislaman pada umumnya. Dalam ajaran Wetu Telu, terdapat nuansa islam di dalamnya. Namun demikian, artikulasinya lebih dimaknai dalam idiom adat. Di sini warna agama bercampur dengan adat, padahal adat sendiri tidak selalu sejalan dengan agama. Percampuran- percampuran kedalam adat inilah yang menyebabkan Wetu Telu menjadi sangat sinkretik.[4]

            Masyarakat penganut ajaran Islam Waktu Lima adalah masyarakat muslim yang tetap berpegang teguh pada ajaran Islam yang sesuai dengan perintah dan ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Dalam kesehariannya masyarakat penganut ajaran Islam Waktu Lima lebih taat dalam mempraktekkan ajaran agama Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabi sebagai pedomannya.[5]

B.     Rumusan Masalah
Dalam pembahasan Wetu Telu ini, para pemakalah mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Sejarah masuknya islam ke indonesia?
2.      Ruang lingkup islam wetu telu?
3.      Perkembangan islam wetu telu sampai tahun 2016 ini?



C.    Tujuan
Tujuan disusunnya tulisan ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang Islam Wetu Telu yang dianut oleh sebagian Suku Sasak terutama yang tinggal di daerah Bayan Pulau Lombok.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah masuknya islam ke indonesia
Sepeninggalnya nabi muhammad SAW tepatnya pada tahun 632 M silam. Kepemimpinan agama islam tidak berhenti begitu saja, kepemimppinan islam di teruskan oleh para khilafah dan di sebarkan ke seluruh duna termasuk indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke 8 islam telah menyebar hingga ke seluruh afrika, timur tengah, dan benua eropa.baru pada dinasti umayyah perkembangan islam ke indonesia.
      Zaman dahulu indonesia di kenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah , sehingga banyak sekali para pedagang dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kepulauan indonesia untuk berdagang. Hal tersebut juga menarik pedagang asal arab, gujarat, dan juga persia. Sambil berdagang para pedagang muslim sambil berdakwah untuk mengenalkan ajaran islam kepada para penduduk.
Menurut para sejarawan , pada abad ke -13 masehi islam sudah masuk ke nusantara yang di bawa oleh para pedagang muslim. Ada 3 teori yang kuat tentang masuknya islam ke indonesia.:
1.      Teori gujarat
Teori ini di pelopori oleh ahli sejarah snouck hurgronje, menurutnya agama islam masuk ke indonesia  di bawa oleh para pedagang gujarat pada abad ke -13 masehi.
2.      Teori persia
PA husein hidayat mempelopori teori ini, menyatakan bahwa agama islam di bawa oleh pedagang persia (iran).
3.      Teori mekkah
Teori ini menyatakan bahwa islam masuk keindonesia langsung di bawa oleh pedagang mekkah. Teori ini berlandaskan berita dari china yang menyatakan jika pada abad ke-7 sudah terdapat perkampungan muslim di pantai barat sumatra.
            Proses masuknya islam ke indonesia
            Masuknya islam di indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan  dengan adat serta istiadat lokal.ajaran islam yang tidak mengenal perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat di terima di penduduk lokal.proses masuknya islam di lakukan melalui cara berikut ini:
1.      Perdagangan 
Letak indonesia sangat strategis di jalur perdagangan di masa membuat indoneia banyak di singgahi para pedagang dunia termasuk pedagang muslim. Banyak dari mereka yang akhirnya tinggal dan membangun perkamungan muslim, tak jarang mereka juga sering mendatangkan ulama’ dari negeri asal mereka untuk berdakwah.
2.      Perkawinan
Penduduk lokal beranggapan bahwa para pedagang muslim ini adalah kalangan yang terpandang sehingga banyak penguasa pri bumi yang menikahkan anaknya dengan para pedagang muslim sebagai syarat sang gadis harus memeluk islam terlebih dahulu.
3.      Pendidikan
Setelah perkampugan islam terbentuk, mereka mulai mendirikan fasilitas pendidikan berupa pondok pesantren yang di pimpin langsung oleh guru agama dan para ulama’.para lulusan pesantren akan pulang ke kampung halamnnya dan menyebarkan ajaran islam di daerah masing-masing.
4.      Kesenian
Wayang merupakan budaya yang masih terjaga hingga saat ini, dalam penyebaran ajaran islam wayang memiliki peran yang sangat kongkrit. Contohnya sunan  kalijaga yang merupakan satu tokoh islam menggunakan pementasan wayang untuk berdakwah.[6]
            Dari sekian banyak lulusan santri yang berada di setiap belahan indonesia, di jawa,tepatnya gresik ,bernama sunan prapen yang sudah siap menyebarkan agama islam ke berbagai pelosok di indonesia, sunan prapen  ingin pergi ke sulawesi untuk berdakwah ,namun beliau bersandar di pelabuhan carik, lombok barat (dahulu) sekarang lombok utara.
Sejarah mulai terukir di belahan pulau lombok yaitu di bayan, untuk lebih jelasnya kita akan membahas mengenai ajaran sunan prapen di bayan dan lombok pada umumnya.



B.     Ruang Lingkup Wetu Telu
a.      Sejarah Masuknya Islam Di Lombok
Teori tentang Islamisasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat masih mengundang perdebatan di kalangan sejarahwan. Pertanyaan kapan Islam masuk di Pulau Lombok dan siapa tokoh utama di balik islamisasi? Adalah pertanyaan yang sulit disimpulkan karena masing-masing teori mempunyai argumen yang didukung oleh fakta sejarah. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa Islam masuk di pulau Lombok pada abad ke 17 M dari arah Timur yaitu Pulau Sumbawa. Pendapat ini didasarkan adanya suatu riwayat yang menceritakan bahwa Raja Goa di Sulawesi Selatan telah memeluk Islam sekitar tahun 1600 M, ketika didatangi tiga orang muballigh dari Minangkabau, yaitu Dato’ Ri bandang, Dato’ Ri Patimang, dan Dato’ Ri Tiro. Setelah memeluk Agama islam gelar Baginda Raja Goa berubah menjadi al-Sulthan Alaiddin Awwal al-Islam. Selain Raja Goa juga terdapat baginda Karaeng Matopia yang ikut memeluk Agama Islam.
Keduanya dikenal sebagai penganjur dan menyebarkan Islam di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaanya sehingga dalam beberapa waktu masyarakat Lombok telah memeluk agama islam. Bersamaan dengan meluasnya wilayah kekuasaan kerajaan Goa terutama setelah penaklukan Bone pada tahun 1606 M, Bima pada tahun 1616 M, 1618 M, dan 1623 M Sumbawa pada tahun 1618 dan 1626 M, dan Buton pada tahun 1626 M, maka perkembangan Islam di Pulau Sumbawa berlangsung secara cepat. Perkembangan Islam selanjutnya meluas hingga menyeberangi Selat Alas dan memasuki Pulau Lombok. Selanjutnya Lalu Wacana, seorang sejarahwan dari Nusa Tenggara Barat, berpendapat bahwa Islam masuk di Pulau Lombok sekitar abad ke 16 M dibawa oleh Pangeran Prapen (1548-1605) atau dikenal dengan sebutan Sunan Giri Keempat, putra Sunan Ratu Giri. Pada massa Sunan Prapen hubungan antara Jawa dan Lombok sudah terjalin sedemikian rupa dan telah banyak membawa pertukaran budaya. Puncak hubungan antara Jawa dan Lombok terjalin sejak pertengahan abad ke-16 M sampai kira-kira tahun 1700 M.
Dalam kaitan ini TE Behrend menyatakan: Kontak langsung antara Jawa dan Lombok pada kurun waktu abad ke 16 M sampai 17 M telah membawa pertukaran budaya yang cukup besar. Dalam babad dan tradisi lisan Lombok disebutkan bahwa terdapat mata rantai langsung yang dapat menghubungkan dengan kota pelabuhan Giri. Sunan Giri keempat yang disebut Prapen (1548-1605) adalah pembawa Agama Islam kepada orang Sasak (Lombok). Meskipun tidak harus dipercaya bahwa Sunan Prapen sendiri sebagai pendakwanya. Namun daerah pesisir membawa pengaruh kuat terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat Sasak dan telah meninggalkan bekasnya di setiap unsur mulai dari bahasa sampai pada ukiran nisan. Puncak hubungan Jawa-Lombok terjadi sejak pertengahan abad ke-16 M sampai abad ke-17 M. kemudian timbullah kekuasaan Bali, mengakibatkan lenyapnya pengaruh Jawa di Lombok. Setelah prapen berhasil mengislamkan kerajaan Lombok, Agama Islam mulai berkembang di daerah-daerah yang terjadi wilayah kerajaan seperti di Pejanggik, Parwa, Sokog, Bayan dan desa-desa kecil lainnya.
 Tak lama kemudian Islam tersebar di pulau Lombok kecuali di lingkungan Karajaan Pajajaran dan Pengantap. Beberapa anggota masyarakat di kerajaan Sokong yang tidak mau masuk Islam mulai melarikan diri ke gunung-gunung. Sedangkan Pangeran Prapen meninggalkan Lombok untuk melanjutkan perjalanan dakwahnya ke pulau Sumbawa, sedangkan Prabu Rangkesari memindahkan ibukota kerajaan Lombok ke Selaparang yang merupakan bekas Pusat kerajaan Selaparang Hindu. Pemindahan ibukota ini didasarkan atas saran Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda, dengan pertimbangan bahwa letak Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang oleh musuh. Pada masa pemerintahan Rangkesari tersebut perkembangan Islam semakin pesat. Ia berhasil membawa kerajaan Selaparang kepada zaman keemasan, kemudian
Selaparang dijadikan sebagai pusat penyebaran Agama Islam.
Teori lain menjelaskan bahwa Islam masuk ke pulau Lombok melalui seorang mubaligh bernama Syaikh Nurur Rasyid yang datang dari Jazirah Arabia. Ia bersama rombongannya bermaksud hendak berlayar ke Australia guna meneruskan dakwahnya. Namun karena satu dan lain hal mereka singgah di Pulau Lombok dan selanjutnya menetap di Bayan, Lombok Barat Bagian Utara. Karena dikenal seb
agai ulama yang sholeh, masyarakat setempat memanggil dengan nama Gaus Abdur Razzaq. Dari perkawinanya dengan Denda Bulan lahirlah seorang putra yang diberi nama Zulkarnain. Ia menjadi cikal bakal raja Selaparang yang menikah dengan Denda Islamiyah. Dari perkawinan ini lahirlah seorang putri bernama Denda Qomariyah yang populer dengan sebutan Dewi Anjani.
Masyarakat Bayan, Lombok Barat mengakui bahwa pembawa Islam ke Pulau Lombok adalah Pangeran Sangepati yang berasal dari Pulau Jawa. Pangeran ini dikabarkan mempunyai dua orang putra, yaitu Nurcahya yang menyebarkan ajaran Islam wetu lima atau ajaran yang berlaku di kalangan masyarakat Islam pada umumnya. Sedangkan putra kedua bernama Nursada yang dikenal sebagai pengajar Islam Wetu telu yang banyak dianut masyarakat Bayan di Sembalun. Sejalan dengan perkembangan kedua faham tersebut dan banyaknya jumlah pengikut masing-masing, penganut Islam wetu lima sering tertimpa musibah dan penyakit, sedangkan penganut Islam wetu telu justru sebaliknya. Mereka hidup dalam alam yang subur dan menikmati hasil panen yang melimpah ruah, penuh kecukupan, dan berada dalam kondisi yang sehat. Melihat kondisi ini, Nurcahya mendatangi adiknya agar bersedia menolong para pengikutnya yang mendapat musibah dengan catatan mereka bersedia menganut Islam wetu telu. Hal ini telah menyebabkan faham tersebut semakin berkembang di Bayan dan dianggap sebagai faham yang paling benar oleh para pengikutnya sejak dahulu.
Selain argumen diatas, terdapat pula pendapat lain yang mengatakan bahwa penyebar Islam pertama di pulau Lombok adalah Syekh Ali Fatwa dari Baghdad. Awalnya, Ali Fatwa tinggal di dekat gunung Rinjani di daerah Sembalun dan dari sanalah ia mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat Sasak (Lombok) yang saat itu dikenal masih primitif.

a.      Sejarah Munculnya Istilah Wetu Telu
Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni Sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Sunan Prapen merupakan raja ke 4 dari dinasti Giri Kedaton. Ia merupakan anak dari Sunan Dalem penerus Giri yg ke 2. Sunan Prapen lahir tahun 1432 saka atau 1510 Masehi. Pada umur 46 tahun menjadi raja Giri ke 4 bertepatan tahun 1556 M. Dan meninggal dunia tahun 2605 M. Umur Sunan Prapen 95 tahun. Dan memimpin kerajaan Giri Kedaton selama 49 tahun.[7]
Pangeran Songopati mempunyai dua orang anak yaitu Nurcahya dan Nursada. Kedua anak beliau ini diberi tugas masing-masing oleh ayahnya.
Menurut pengakuan masyarakat penganut Islam Wetu Telu, khususnya di Bayan, agama Islam disebarkan dan dibawa oleh Sunan Prapen dan Pangeran Songopati dengan pendekatan tradisional yaitu tidak menghapuskan secara langsung adat dan agama animisme masyarakat Bayan. Sehingga membuat masyarakat Bayan dapat menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Sunan Prapen dan Pangeran Songopati.
Nursada diberi tugas untuk mengembangkan dan melestarikan adat sedemikian rupa sehingga selaras dan sesuai dengan ajaran agama Islam, kemudian dari ajaran Nursada inilah benih-benih ajaran Islam Wetu Telu mulai berkembang.
Sedangkan Nurcahya diberi tugas untuk mengembangkan ajaran Islam sesuai dengan perintah Al-Qur’an dan petunjuk dari Nabi Muhammad.
Kedua anak pangeran Songopati ini mendapat pengikut yang banyak, pada perkembangan selanjutnya para pengikut ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran Alqur’an dan petunjuk Nabi inipun  ditimpa musibah yang berupa musibah penyakit menular, sedangkan pengikut ajaran yang mana nantinya merupakan benih dari ajaran Islam Wetu Telu hidup tentram dan dan damai. Setelah melihat keadaan pengikutnya yang sedemikian rupa, maka Nurcahya meminta bantuan kepada Nursada agar mau menolong pengikutnya yang sedang ditimpa musibah.
Akhirnya terjadilah kesepakatan diantara dua orang saudara tersebut. Adapun kesepakatan tersebut adalah para pengikut Nurcahya secara keseluruhan harus mengikuti kepercayaan yang dianut oleh Nursada. Menurut masyarakat Bayan bahwa sejak peristiwa itulah mulai muncul istilah Islam Wetu Telu.
Erni Budiwanti menjelaskan bahwa penganut Wetu Telu memegang konsepsi dimana mereka tidak bisa terlepas dari proses Wetu- yang berasal dari kata metu yang berarti keluar, dan telu (tiga) yang berarti melahirkan (menganak), bertelur (meneluk), dan tumbuh (mentiuk). Ketiga konsep inilah yang melandasi pandangan mereka terhadap pengakuan kemahakuasaan Tuhan.[8]
Menurut Erni Budiwanti, penganut Waktu Lima mendefinisikan Wetu Telu sebagai orang Islam yang melakukan hanya tiga dari limaRukun Islam yang ada hanyalah (Syahadat, Sholat dan Puasa). Kewajiban sholat yang dikerjakan hanya terbatas pada tiga waktu saja, yaitu sholat Subuh, Magrib dan Isya’.[9]
Ada juga yang berpendapat bahwa wetu telu sebagai sebuah sistem agama termanifetasi dalam kepercayaan bahwa semua maluk hidup melewati tiga tahap rangkaian siklus, yaitu: dilahirkan (menganak), hidup (urip), dan mati (mate).[10]

b.      Konsep Pemikiran Islam Wetu Telu
Pedoman hidup umat Islam pada umumnya yaitu Alqur’an dan Hadits. Apa yang diperintah dan dilarang oleh Allah dan Rasulnya melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits maka umat Islam wajib mentaati garis-garis yang sudah ditentukan. Adapun jika ada permasalahan yang tidak ada digariskan di Al-Qur’an dan Hadits maka umat Islam diperkenankan untuk menggunakan Ijma’ dan Qiyas.
Namun yang terjadi pada masyarakat Bayan mereka tidak memakai Al-Qur’an dan Hadits. Mereka hanya mematuhi apa yang sudah diwariskan oleh nenek moyang (guru) mereka melalui para pemangku adat, penghulu (terpilih berdasarkan keturunan) dan para kiyai (terpilih berdasarkan wasiat dari kiyai sebelumnya ataupun keturunan.
Tapi dari segi keyakinan persaksian atau syahadat, masyarakat Bayan tetap mengkui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai Rasul utusan Allah. Adapun mengenai Al-Qur’an dan Hadits mereka tetap percaya. Buktinya dengan adanya sebuah kitab Al-Qur’an yang ditulis pada sebuah kulit unta. Menurut cerita kitab itu disimpan di rumah adat yang ada di Semokan. Berbeda dengan kitab Lontar, kitab yang menjadi salah satu kepercayaan mereka dan kitab itu telah diubah kedalam bahasa Jawa kuno. Dan kitab itu bias dijumpai di masing- masing rumah adat.
Al-Qur’an itu dianggap sakral oleh masyarakat Bayan, tidak boleh dilihat apalagi disentuh oleh setiap orang kecuali Pemangku Adat. Karena menurut masyarakat hanya pemangku adat lah yang boleh melihat dan menyentuh Al-Qur’an tersebut. Masyarakat menganggap mereka tidak pantas melihatnya karena masyarakat jauh dari kesucian.
c.       Ritual Adat dan Keagamaan Penganut Wetu Telu
Dari ke lima Rukun Islam yang dipercayai oleh penganut Islam Waktu Lima. Akan tetapi sangat berbeda dengan penganut Islam Wetu Telu. Dimana para penganut Islam Wetu Telu hanya mengikuti tiga saja dari kelima rukun tersebut. Diantaranya: (Syahadat, Sholat, dan Puasa). Sedangkan Zakat dan Haji tidak ada bagi mereka. Adapun zakat yang dimaksud dalam paham mereka hanyalah sedekah, yang diberikan kepada kiai nya saja.
1.      Ritual keagamaan
a.       Syahadat
Pada dasarnya syahadat yang di yakini oleh masyarakat penganut ajaran islam Wetu Telu sama dengan yang di yakini oleh masyarakat penganut ajaran Islam Waktu Lima, yaitu syahadat tauhid sebagai pengakuan akan ke-Esaan Allah, yang kedua adalah syahadat Rasul yaitu sebagai sebuah pengakuan akan eksistensi Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Akan tetapi, yang membedakannya adalah Syahadat penganut islam Wetu Telu menggunakan bahasa Jawa. Tapi makna dari syahadat mereka adalah sama.
Lafal Syahadat Islam Wetu Telu adalah:
Weruh ingsun nora ana pangeran liane Allah, lan weruh ingsan setuhune Nabi Muhammad utusan Allah.
Adapun artinya dalam bahasa Indonesia adalah: aku bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw itu utusan Allah.
b.      Sholat
Masyarakat penganut ajaran Islam Wetu Telu, mereka hanya meyakini dan melaksanakan ibadah sholat hanya ada tiga saja.
Kewajiban sholat yang dikerjakan hanya terbatas pada tiga waktu, yaitu sholat Subuh, Magrib dan Isya’.[11]
. Dalam pelaksanaannya, sholat yang dilaksanakan hanya sholat subuh, sholat Maghrib, dan sholat isya, yang dilaksanakan pada dini hari, senja dan malam hari. Dua sholat yang lainnya yaitu sholat Dzuhur dan Ashar tidak dilaksanakan.
c.       Puasa
Puasa menurut penganut islam waktu lima dan wetu telu sangatlah berbeda, karena pada umumnya penganut islam waktu lima melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh namun berbeda halnya dengan penganut wetu telu mereka hanya melaksanakan ibadah puasa pada awal, pertengahan dan ahir. Hal ini menujukan betapa kontras dan bersebrangannya pengamalan ibadah puasa islam wetu telu dan waktu lima.
d.      Zakat
 Menurut mayarakat penganut wetu telu zakat hanya di berikan pada kiyainya saja sebagai bentuk penghormatan merekaterhadap kiyai mereka.
e.       Haji
Ibadah haji merupakan salah satu rukun islam yang kelima yang harus di lakukan oleh umat muslim yang sudah mampu baik dari fisik maupun segi pinansial dan bisa juga menjadi sebuah kewajiban, akan tetapi berbeda halnya dengan penganut wetu telu yang di mana mereka tidak pernah melakukan ibadah haji karena pada dasarnya mereka hanya meyakini rukun islam yang tiga saja.
2.      Ritual adat
Masyarakat penganut wetu telunberdasarkan kepercayaan dan keyakinannya memiliki sejumlah upacara yang di selenggarakan dalam rangka memperingati dan menunjukan rasa syukur kepada tuhan pencipta alam semesta dengan perantara arwah nenek moyang mereka.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk sesaji yang di berikan kepada arwah nenek moyang mereka dalam upacara-upacaara yang di adakan.
a.       Upacara Negara
Upacara Negara adalah upaacara selamatan yang diikuti oleh semua penganut ajaran wetu telu, di mana dalam acara ini di pimpinoleh seorang pemangku adat.upacara Negara di bagi menjadi empat bagian yaitu:
1.      Pesta alip
Pesta alip adalah upacara yang di lakukan sebagai sarana untuk memohon kepada tuhan agar memperoleh berkah dan lindungan tuhan dengan cara bersih-bersih dan renovasi tempat-tempat yang mereka anggp suci atau sacral dan pesta alip ini di lakukan 8 tahun sekali.[12]
2.      Upacara tilawat
Upacara ini merupakan kelanjutan dari pesta alip yang di laksankan delapn tahun sekali. Pada acara tilawat ini para kiyai dan penghulu berkumpul kemudian megucapkan bacaaan-bacaan  zikir yamg bertujuna untuk di beri keselamatan, di berikan petunjuk jalan yang benar, di hindarkan dari musibah dan ampunan dosa-dosa.
3.      Upacara ngaji makam
Ngaji makam di laksanakan satu kali dalam satu tahun yang bertujuan untuk bersyukur atas segala rizki dalam bentuk hasil panen yang melimpah. Ngaji makam inni di laksanaakn di makam reak atau makam leluhur lainnya.
4.      Upacara wiwitan
Upacaara wiwitan ini hanya di laksankan ketika penganut islam wetu telu sedang di landa musibah seperti kemarau panjang atau di timpa penyakit menular. Tata cara pelaksanaan upacara wiwitan ini yaitu dengan melaksanakan solat di masjid kuno yang di hadiri oleh semua kiyai dan penghulu, kemudiann di sertai dengan pemberian sesaji kepada arwah nenek moyang. Kemudian di lanjutkan dengan pembacaan takepan tepal(naskah daun lontar kuno berisi kisah-kisah nabi) yang di pimpin oleh pemangku adat.
b.      Rintual menyambut dan memeperingati hari besar islam
1.      Peringatan bubur abang dan bubur putek
Pada tanggal 10 muharam untuk bubur putek dan 8 safar untuk bubur abang. Penganut islam wetu telu membuat bubur beak dan bubur putek untuk memperinagati munculnya umat manusia dengan beranak pinaknya mereka melalui perkawinan. Bubur putek melambangkan sperma yang ada pada nabi adam dan bubur beak untuk darah haid pada hawa.
            Peringatan ini di laksanakan dengan menyediakan bubur kepada para leluhur yang sudah meninggal kemudian di akhiri dengan makan bubur bersama oleh para pemangku, toak lokak, kiyai dan penghulu.
2.      Maulid adat
Maulid adat ini merupakan acara yang di laksanakan dengan cara yang paling istimewa di bandingkan dengan acara-acara yang lain. Dan inti dari maulid adat ini yaitu mengadakan makan bersama dengan meyembelih sapi dan kambing. Maulid adat ini di laksankan di masjid kuno dan tidak lupa masyarakat menyajikan sesaji kepada arawah leluhur.
3.      Rowah wulan dan sampet jum’at
Meskipun masyarakat bayan tidak berpuasa sepenuhnya, mereka melaksankan upacara roah wulam dan sampet jum’at yang jatuh sebulan sebelum bulan ramadhan. Rowh wulam di laksankan pada hari pertam bulan sya’ban, sedangkan sampeet jum’at di adakan pada  jum;at terakhir bulan sya’ban[13]
4.      Maleman qunut dan maleman likyran
Maleman qunut di lakukan pada hari ke enam belas ramadhan dan ini merupakan peringatan yang menandai berhasilnya melalui separuh puasa. Ketika mayarakat bayan yang wetu telu memperinagatu malaeman qunut beda halnya dengan masyarakat penganut waktu lima merka melaksankan nuzulul qur’an
            Orang bayan juga melaksanakn maleman likuran yang di selenggarakan pada malam 21,23,25,27,29 pada bulan ramadhan. Perayaan tersebut di namakan malem selikur samapai malem siwak likur. Pada malam itu masing-masing pemuka adat secara bergantian membawa ancak ke majid kuno. Ancak adalah piring anyaman bamboo yang di tutpi daun pisang berisi makanan ritual.
5.      Lebaran topat
Seminggu selepas lebaran tinggi , masyarakat bayan akan merayakan lebaran topat di masjid kuno. Dalam perayaan ini, seluruh kiyai dengan di pimpin penghulu melakukan sembahyang qulhu atau sholat empat rakaat yang menandai pembacaan surah al-ikhlas sama-sama seratus kali.[14]
6.      Lebaran pendek
Dua bulan setelah lebaran topat, oran bayan merayakan lebaran pendek. Peristiwa ini di tandai dengan sejumlah upacara. Mula-mula kiyai mengosap di makam leluhur. Tujuan upacara ini adalah memohon kepada arwah leluhur agar memberikan berkah bagi mereka. Orang bayan akan mengadakan perayaan lebaran pendek, upacara ini serupa dengan upacara lain yang yang di tujukan kepada leluhur.
Keesokan paginyaa seluruh kiyai yang di pimpin oleh penghulu melaksanakan sholat di masjid kuno. Usai sholat berejamaah seorang kiyai mebacakan khutbah formal yang sudah di tulis terlebih dahulu dalam huruf arab, di mimbara masjid
d.      Respon Waktu Lima Terhadap Wetu Telu
Pada awal abad 20 Terjadi pembahruan di sejumlah daerah di Nusantara termasuk di pulau Lombok.  Arus pembaharuan oleh beberapa tokoh agama dalam sebutan suku sasak dilakukan oleh Tuan Guru. Sekembalinya mereka dari tanah suci membawa semangat dakwah ke Lombok. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya TGH. Mustafa dari Sukarbela Lombok Barat, TGH. Amin dari Sesela Lombok Barat, TGH. Mas’ud dari Kopang, dan TGH.Umar dari Kelayu Lombok Timur.
Sekitar tahun 1935, sebahgian besar diantara penganut wetu telu menggabungkan diri untuk mempertahankan tradisi dan agama nenek moyangnya, dalam satu gerakan yang mereka namakan “ Agama Islam Waktu Telu Majapahit Lombok Selaparang. Namun karena tidak adanya koordinasi yang teratur membuat penganutnya semakin terpisah-pisah  dalam berbagai golongan.
Derasnya arus dakwah Pada periode tahun 1920-1940 memunculkan para Tuan Guru yang melakukan dakwah seperti  ; TGH. Lopan, TGH. Rais, TGH.Saleh Hambali, TGH. Abdul Hamid, TGH. Abdul Karim, TGH. Badrul Islam. Kemudian pada tahun 1940-an menyusul lagi tokoh TGH. M.Zainudin Abdul Majid mendirikan pondok pesantren NW di Lombok Barat , dan TGH.Mustafa Khalidi, dan TGH Ibrahim Khalidi di Lombok Barat mendirikan Pondok Pesantren Al-Ishlahuddiny.
Para tuan guru tersebut melakukan dakwah melalui pendirian pondok pesantren dan menelurkan alumni yang tersebar  di berbagai pelosok  secara arif dan bijaksana sehingga masyarakat Lombok secara perlahan mengalami arus perubahan.
Pada akhir 1990-an penganut Wetu Telu dalam posisi minoritas dihadapkan dengan gerakan dakwah kultural waktu lima.
Penganut Islam Wetu Telu saat ini hanya sekitar 1% dari jumlah masyarakata keseluruhan. Persebarannya sendiri kawasan Tanjung dan beberapa desa di kecamatan Bayan (sekarang termasuk   kabupaten Lombok Utara) seperti Loloan, Anyar, Akar-Akar, dan Mumbul Sari serta dusun-dusunnya memusat di Senaru, Barung Birak, Jeruk Manis, DasanTutul, Nangka Rempek, Semokan dan Lendang Jeliti. Ajaran Islam wetu telu sebenarnya secara formal sudah tidak ada sejak tahun 1968. Pada saat itu para tokohnya sudah menyatakan meninggalkana ajaran tersebut dan memutuskan bergabung bersama pemeluk agama islam pada umumnya. Namun, kebudayaan Wetu Telu sendiri masih hidup dan dipertahankan sebagai kebudayaan warisan leluhur yang harus dilesatrikan.
Sampai saat ini, penganut wetu telu berkurang. Karena yang disebabkan persilangan pernikahan dan elektronik. Bahkan Seorang warga di Dusun  Mbar- Mbar, Desa Akar- AKar salah seorang warga yang lulusan dari Pondok Pesantren sedang merangcang akan bekerjasama dengan Tuan Guru untuk mendirikan sebuah Lembaga Pondok Pesantren. Yang dimana diharapkan akan mengurangi penganut dari Wetu Telu tersebut.Itu adalah salah satu upaya untuk mengurangi penganut dari Wetu Telu.
b.      Perkembangan wetu telu hingga saat ini
a.      Ritual ke agamaan wetu telu dalam konteks ibadah shlat dan puasa
Dari hasil wawancara para pemakalah dengan beberapa inforamn, baik dari kalangan masyarakat biasa, masyarakat yang tidak setuju dengan wetu telu, kiyai bahkan dari kalangan raden.
Adapun hasil wawancara yang kami lakukan memperoleh hasil sebagai berikut:
1.      Ritual sholat
-          Menurut irfan ( masyarakt yang tidak setuju dengan wetu tellu) mengatakan, para penganut wetu telu hanya melaksanakan sholat di tiga waktu saja. Yakni subuh magrib dan isya.
-          Menurut kiyai ratialif( kiai dusunn gelumpang, desa akar-akar) mengatakan bahwa masyarakat penganut wetu telu sholatnya sama dengan masyarakt penganut waktu lima atau seperti kaum muslimin pada ummunya.
-          Menurut raden palasari ( juru kunci masjid kuno, bayan) mengaatakan bahwa sholat yang di laksanakan oleh penganut wetu telu sama dengan sholat umat muslim pada umunya yakni subuh, zohor, asar, magrib isya.
2.      Ritual puasa
Adapun hasil wawancara dari beberapa informan terkai ritual puasa penganut wetu telu sebagai berikut.:
-          Irfan (masyarakat yang tidak setuju dengan wetu telu) mengatakan bahwa para penganut wetu telu hanya berpuasa pada awal, pertengahan, dan khir saja.[15]
-          Menurut kiai rati alif( kiai dudun gelumpang desa akar-akar) mengatakan bahwa puasanya penganut wetu telu minimal di lakukan sebanyak 7 hai. Dan ketika melaksanakn ibadah puasa ada hal-hal yang harus di jauhi supaya ibadah puasanya tidak batal. Adapun larangan-larangan yang tidak boleh di langgar natara lain:
1.      Tidak boleh berkeringat
2.      Tidak boleh mengeluarkan darah
3.       Tidak boleh marah
4.      Tidak boleh melihat istri
5.      Tidak boleh tidur
6.      Tidak boleh menyentuh istri
7.      Tidak boleh bersentuhan dengan hewan seperti nyamuk , semut , kupu-kupu dll.[16]
Jika hal-hal tersebut di langgar maka puasanya batal dan harus di ganti pada hari yang sama.
-          Menururt raden palasari ( juru kunci masjid kuno, bayan) mengatakan bahwa puasanya para penganut wetu telu sama seperti puasanya para penganut waktu lima atau kaum muslimin pada umumnya.
b.      Ritual keagamaan waktu lima dalm konteks ibadah shalat dan puasa
1.      Ritual shalat
Dalam ajaran agama islam, shalat yang wajib di kerjakan bagi pemeluknya atau umat muslim adalah lima waktu. Yakni: subuh, zohor, asar, magrib, isya.
c.       Kesesuian ritual penganut wetu telu dengan ajaran agama islam
Ritual atau kepercayaan seperti wetu telu sangat bertentangan dengan ajaran agama islam waktu lima atau kaum muslim pada umumnya. Dalam hal ini pemakalah hanya mengkhususkan beberapa ritual keagamaan saja. Mengingat tradisi atau ritual penganut wetu telu terbilang banyak, maka pemakalah hanya memfokuskan dalam konteks ritual shalat dan puasa saja.
Yang seharusnya shalat dilaksanakan lima kali dalam dalam sehari, dan berpuasa dalam satu bulan penuh dalam bulan ramadhan
Tapi, dalam kepercayaan penganut wetu telu shalat yang dilakukan sebanyak tiga kali, yakni Subuh, Magrib, dan Isya’. Dan puasa minimal tiga kali dalam sebulan, yakni awal bulan, pertengahan bulan dan pada akhir bulan ramadhan.
Ritual yang seperti inilah yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam dan begini lah yang dilakukan oleh para penganut  Wetu telu.

d.      Faktor berkurangnya penganut Wetu telu.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa informan bahwa penganut wetu telu sudah berkurang. Berkurangnya dalam konteks berkurangnya para pengikut atau penganut wetu telu.
Faktor penyebab berkurangnya penganut Wetu telu yang diperoleh melalui hasil penelitian tahun 2008 dalam konteks kebijakan adalah Adanya tekanan. Tekanan  dalam artian bahwa para penganut lima menekan para penganut wetu telu untuk dihapuskan  atau menghentikan tradisi atau kepercayaan mereka. Dilihat juga dari  perlawanan dari penganut lima serta dukungan dari pihak kementrian agama atau pemerintah daerah untuk menghapuskan istilah wetu telu.
Faktor penyebab berkurangnya penganut wetu telu yang diperoleh melalui wawancara adalah, sebagai berikut.
1.      Persilangan pernikahan.
Dengan adanya persilangan pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat bayan, itu menjadi salah satu faktor berkurangnya penganut wetu telu. Sebagai contoh, ketika pihak wanita berasal dari bayan dan laki-lakinyaberasal dari tempat yang berbeda, maka sang memplai wanita akan ikut memplailaki-laki.sehingga ini menjadi salah satu faktor berkurangnya penganut wetun telu.[17]
2.      Elektronik.
Dengan masuknya elektronik daikawasan Desa akar-akar, Dusun Mbar-mbar, elektronik menjadi salah satu faktor bekurangnya penganut wetu telu.

Perbandingan data.

-          Hasil penelitian 2008
-          Hasil penelitian 2016

No

Jenis 
Data

Persentase

Ket
Wawancara
Penelitian
1
Tekanan
 -
ü   
-
Karena adanya tekanan dari penganut waktu lima
2
Persilangan pernikahan
ü   
-
-
Karena adanya persilangan pernikahan yang terjadi
Contoh: pernikahan yang salah satunya berasal dari bayan
3
Elektroik
ü   
-
-
Dengan adanya elektronik bisa mengurangi penganut wetu telu.






Deskripsi Praktek Ritual Keagamaan (Islam)
Antara Wetu Telu Dan Waktu Lima
No
Objek
Wetu telu
Waktu lima
1
Penghormatan pada roh nenek moyang dan benda-benda( animisme-dinamis
Sangat dijalankan dan merupakan bagian dari ritual keagamaan
Sebagian besar telah dihilangkan, namun masih dianut oleh sebagian masyarakat di kawasan pedesaan
2
Upacara-upacara (gawe urif dan gawe mate)
Masih dijalankan dan merupakan bagian dari ritual keagamaan
Masih dijalankan dalam konteks keagaamaan selama tidak menyalahi hukum agama dan dilaksanakan dalam konteks adat-istiadat
3
Sholat
Hanya tiga waktu sholat dan hanya dilaksanakan oleh para kiyai saja
Lima waktu sholat dan berlaku untuk semua penganut islam secara umum
4
Penyaluran zakat
Hanya untuk para kiyai saja
Disalurkan untuk kerabat dan fakir miskin
5
Puasa
Hanya dijalankan oleh para kiyai, dan dilaksanakan pada 3 hari awal puasa, 3 hari ditengah puasa, dan 3 hari diakhir puasa.
Dijalankan oleh semua umat islam selama satu bulan penuh
6
Haji
Tidak termasuk dalam ajaran
Dijalankan bagi yang mampu ( lahir dan batin)








BAB III
ANALISIS
Perkembangan agama di indonesia sangatkan pesat ,termasuk di lombok terdapat agama yang beraneka ragam,seperti agama islam ,hindu,katholik,konghucu dan lain sebagainya.di lombok memiliki masyarakat mayoritas islam dan sisanya minoritas.
Sejarah menjelaskan ,bahwa islam pertama masuk di indonesia adalah pada abad 13 M, dan islam masuk ke lombok pada abad ke-16 yang di bawa oleh sunan prapen,yaitu putra dari sunan giri, yang dimana sunan prapen ini akan pergi ke sulawesi untuk berdakwah namun ia terdampar di pelabuhan yang di kenal dengan pelabuhan carik, nah di sinilah sunan prapen pertama berlabuh,tempatnya di bayan lombok utara.
Sunan prapen datang ke lombok untuk menyebarkan islam,namun apa yang di cita-citakan berbalik arah, islam yang seharusnya sempurna dengan rukun islam yang banyaknya 5 di ubah sedemikian rupa menjadi kurang dari lima,hal ini di karenakan belum tuntasnya ajaran sunan prapen di tanah bayan dengan janji sunan prapen untuk kembali lagi ke bayan ketika ia akan pergi ke sulawesi tapi apalah daya, raja agung datang dengan membawa adat baru dan budaya baru,islam hasil ajaran sunan prapen di nodai oleh budaya raja agung
Seiring berjalannya perkembangan islam di bayan menjadi ricuh dan campur,sudah tidak ada kepercayaan terhadap ajaran yang baru karna itu adalah ajaran yang mereka pertama tahu, dan  sulit untuk belajar yang lain dan ajaran pertama mereka namakan dengan islam wetu telu.
Perkembangan islam wetu telu berbeda dengan perkembangan islam waktu 5,penerapan praktek rukun islam yaitu solat bagi penganut islam wetu telu di kerjakan oleh para kiyai , itu perbedaan yang terjadi dengan waktu 5, demikian jugadengan puasanya, hanya dikerjakan oleh kiyai saja , dan zakat hanya di peruntukkan untuk kiyai.
Sedangkan waktu lima mengerjakan dengan sempurna, waktu lima mengerjakan solat lima waktu ,mengerjakan puasa sebulan full dan berzakat kepada fakir  miskin dan terakhir berhaji apabila mampu.
Nilai positif dari islam wetu telu adalah orang –orang wetu telu ini sangat kuat pendirian dan teguh dengan keyakinan, wetu telu sangat sulit terpengaruh oleh hal yang baru dan juga orang-orang wetu telu ini melestarikan budaya sasak .
Nilai negatif dari islam wetu telu ini sangat banyak sekali mulai dari penilaian masyarakat tentang solatnya yang tidak 5 waktu dan berpuasa hanya 3 kali awal tiga kali pertengahan tiga kali akhir.
Mereka sendiri tidak ingin di katakan orang wetu telu karna itu merupakan ejekan buat penganut wetu telu, mereka akan marah ketika dikatakan dikatakan solat 3 kali sehari, padahal apa yang tertera sudah jelas dan berita serta bukti di masyarakat , hal tersebut benar adanya.



BAB IV
KESIMPULAN
 Indonesia merupakan negara pengahasil rempah-rempah terbesar di dunia, dengan nuansa alamnya yang sejuk, alami , damai, membuat para pedagang dan perindustrian di benua asia barat dan tengah tergiur akan hal tersebut, sehingga banyak pedagang berasal dari timur tengah pergi ke indonesia untuk berdagang tidak sedikit pedagang islam masuk ke indonesia sehingga , masyarakat di indonesia mengenal ajaran islam karna di bawa oleh pedagang dari mekkah, gujrat,persia dan lain-lain.
Meodel penyebaran islam di indonesia adalah berdagang, persilangan perkawinan,pendidikan.penyebaran islam di indonesia tidak hanya terjadi di jawa melainkan di seluruh pelosok negeri, sunan prapen berdakwah ke seluruh nusantara termasuk di wilayah lombok, khususnya di bayan adalah tempat yang paling suci pada abad ke-16 karna masih murni belum ada campur tangan dari budaya lain.
Seiring berjalannya waktu, bayan menjadi pusat islam di lombok , namun terjadi perbedaan ajaran ada yang memiliki pemahaman waktu solat hanya 3 kali sehari ini yang di sebut wetu telu dan ada juga yang memiliki pemahaman tentang solat lima kali sehari ini yang di sebut waktu lima. Penganut waktu lima memiliki persepsi bahwa wetu telu adalah ajaran yang salah dan tidak sesuai dengan ajaran islam,wetu telu masih mempercayai adanya roh-roh,selain itu juga wetu telu dianggap menyeleweng, dari semua peribadatan yang dilakukan wetu telu menjadi sorotan waktu lima.
Penganut wetu telu menganggap dirinya sebagai orang islam dan melaksanakan perintah dari islam, dan menurut mereka adalah yang paling benar, namun kenyataannya pada aplikasi sehari-hari tidak sesuai dari yang dikatakan, merek mengatkan wetu telu itu adalah budaya, bukan islam, namun menurut waktu lima mereka menyatukan islam (keyakinan ) dengan adat istiadat bahkan mereka mengesampingkan islam dari adat istiadat , penganut wetu lebih mengutamakan budaya/adat dari pada agama, maka dari itu wetu memiliki upacara agama yang bernilai adat.
Penganut wetu telu ketika berbicara mengenai syahadat wetu telu, termasuk dalam konteks sinkretisme agama. Mengingat bahasa yang di gunakan adalah bahasa jawa yang berbunyi:weruh insun nora ana pangeran liane allah,lan weruh ingsan setuhune nabi muhammad utusan allah.
Perdebatan antara wetu telu dan waktu lima menjadi permasalahan yng tidak pernah selesai, karna budaya yang sudah melekat di suatu desa akan sulit di musnahkan, apalgi pernah orang nomor 1 di NTB (gubernur) ingin merubah budaya bayan namun tidak bisa, sinkretisisme adalah jawabannya , islam wetu telu adalah pepaduan antara budaya islam,budaya jawa, dan budaya bali( raja agung)
Kebudayaan, agama, dan adat istiadat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Baik dalam keadaan sendiri maupun saat bersosialisi dengan orang lain. Ketiganya sangat erat hubungannya. Pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat daerah setempat.
Hubungan antara kebudayaan, agama, dan adat istiadat dalam pelaksanaannya di kehidupan manusia dapat dijelaskan dengan sederhana yaitu, manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannyayang dapat dipengaruhi oleh unsur-unsurkebudayaan, agama, dan adat istiadat di daerah atau lingkungan tempat dia tinggal.seperti saat dia berbicara atau melakukan suatu kegiatan, misalnya makan, minum dan juga saat dia berjalan.Dalam pelaksanaan kegiatan beragama tidak bisa dihindarkan dari unsur-unsur di atas.Contohnya, proses pemakaman masyarakat di berbagai
Dengan membiasakan diri kita mengenal kebudayaan, agama, dan adat istiadat sejak kecil, maka kita dapat langsung bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita saat kita beranjak dewasa. Dan kita akan berfikir berulang-ulang ketika ada kebudayaan, agama, dan adat istiadat baru yang muncul di sekitar atau lingkungan kita. Sehingga hal itu tidak sampai menjadi punah termakan zaman.




Daftar pustaka

http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.html
budiwanti  Erni, islam sasak,LkiS,Yogyakarta,2000
noor , muhammad, muslihan habib,visi kebangsaaan religius,bania publishing,jakarta timur, 2014
            Zaelani Kamarudin, Satu Agama Banyak Tuhan:2007


[1] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius. Hal. 91
[2] Kamarudin Zaelani, Satu Agama Banyak Tuhan. Hal: 18.
[3] Ibid, Hal. 92
[4] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius.hal. 88-89
[5] Ibid . Hal. 87
[6] http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.html

[7] A. Zaky Yudhistira, Makalah Peradaban Islam, Program Magister STAINU Jakarta, 2013.
[8] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius. Hal. 91
[9] Kamarudin Zaelani, Satu Agama Banyak Tuhan. Hal. 18.
[10] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius. Hal 91
[11] Kamarudin Zaelani, Satu Agama Banyak Tuhan. Hal 19
[12] Hasil wawancara juru kunci bayan, raden palasari, di masjit kuno bayan, april 2016
[13] Erni budiwanti, islam sasak, wetu telu vs waktu lima(yogyakarta,LkiS,2000) h: 156
[14] Ibid, h: 162
[15] Wawancara di kediamannya irfan di bayan, april 2016
[16] Ibid, april 2016
[17] Ibid, april 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar