BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat
Sasak merupakan penduduk asli dan juga etnik mayoritas di pulau Lombok. Keberadaan
mereka meliputi lebih dari 90% dari keseluruhan penduduk Lombok. Sedangkan
kelompok-kelompok etnik lain seperti Bali, Jawa, Sumbawa, Bima Dompu, Arab dan
Cina merupakan kelompok masyarakat pendatang. Pada umumnya masyarakat pendatang
tersebut datang ke pulau Lombok sebagai pedagang, pegawai, mahasiswa, dan
sebagainya.
Sehingga dengan
demikian dapat dikatakan bahwa, disamping terbagi secara etnik Lombok juga
terbagi secara bahasa, kebudayaan dan keagamaan. Masing-masing etnik berbicara
dengan bahasanya sendiri. Orang sasak, arab, bugis, samawa, dan mbojo mayoritas
beragama Islam. Orang Bali hampir semuanya Hindu, sedangkan orang Cina pada
umumnya beragama Kristen.
Dan juga mengenai sejarah masuknya Islam di
Lombok ada banyak perbedaan, pertama Islam datang ke Lombok di datangi Islam
sekitar abad ke VIII/IX (beberapa tahun setelah wafatnya Rasulullah), dan yang
lebih ekstrim agama asli Sasak adalah agama Islam. Kedua Islam datang dari Arab
yang di bawa oleh Syaikh Nurul Rasyid (Gaoz Abdul Rozaq) bersama rekan-rekannya
pada abad ke XIII, ketiga Islam yang datang dari Jawa yang dibawa oleh Pangeran Songopati dan Sunan
Prapen pada abad ke XVI.
Masyarakat Sasak sebelum masuk Islam merupakan komunitas yang
memiliki religinya sendiri. Pemujaan terhadap benda- benda dan tempat- tempat
ghaib (Animisme- Dinamisme) merupakan suatu sistem religi yang ada sebelum
masuknya Islam. Dulu, masyarakat yang tinggal di daerah Lombok memeluk agama
Hindu- Budha, ini karena hubungan politik dengan Majapahit menyebabkan mereka
memeluk dua agama tersebut. Selain itu juga masyarakat Sasak memiliki
kepercayaan sendiri yakni Islam Boda.
Masyarakat penganut Islam Wetu Telu, sebagai kelompok muslim Sasak yang kedua, meskipun
mereka mengaku beragama Islam akan tetapi mereka terus menerus memuja roh
leluhur dan berbagai macam dewa yang dipercaya mereka. Dalam hal ibadah mereka
sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat penganut Islam Waktu Lima. Penganut ajaran Islam Wetu Telu sangat memegang teguh tradisi
leluhur mereka, sehingga tidak heran dalam kehidupan sehari-hari adat memainkan
peranan yang sangat dominan. Selain itu juga mereka mengadopsi adat sebagai
bagian dari ritual-ritual keagamaan. Sehingga pelaksanaan ajaran islam pada
masyarakat penganut ajaran islam wetu telu tidak terdapat batasan yang jelas
antara adat, tradisi dan agama. Akar Animisme
dan dogma Hindu belum bisa mereka lepaskan secara keseluruhan, sehingga ajaran
Islam yang diterima belum sepenuhnya sempurna.
Erni Budiwanti menjelaskan bahwa
penganut Wetu Telu memegang konsepsi
dimana mereka tidak bisa terlepas dari proses Wetu- yang berasal dari kata metu
yang berarti ke luar, dan telu (tiga) yang berarti melahirkan
(menganak), bertelur (meneluk), dan tumbuh (mentiuk). Ketiga konsep inilah yang
melandasi pandangan mereka terhadap pengakuan kemahakuasaan Tuhan.[1]
Menurut Erni Budiwanti, penganut Waktu Lima mendefinisikan Wetu Telu sebagai orang Islam yang
melakukan hanya tiga dari limaRukun Islam yang ada hanyalah (Syahadat, Sholat
dan Puasa). Kewajiban sholat yang dikerjakan hanya terbatas pada tiga waktu
saja, yaitu sholat Subuh, Magrib dan Isya’.[2]
Ada juga yang beranggapan bahwa Wetu Telu adalah konsep kepercayaan yang
iman kepada Allah SWT, adam dan hawa. Konsep kepercayaan ini lahir dari suatu
pandangan bahwa unsur- unsur penting yang tertanam dalam ajaran Wetu Telu adalah:
1.
Rahasia atau Asma yang mewujudkan dalam panca indera tubuh manusia.
2.
Simpanan wujud Allah SWT termanifestasikan dalam Adam dan Hawa.
Secara simbolis Adam merepresentasikan garis ayah atau laki- laki sementara
Hawa merepresentasikan garis ibu atau perempuan.
3.
Kodrat Allah SWT adalah kombinasi lima indera.[3]
Wetu Telu adalah model yang menampakkan
unsur- unsur lokal yang enggan berubah mengikuti pola keislaman pada umumnya.
Dalam ajaran Wetu Telu, terdapat
nuansa islam di dalamnya. Namun demikian, artikulasinya lebih dimaknai dalam
idiom adat. Di sini warna agama bercampur dengan adat, padahal adat sendiri
tidak selalu sejalan dengan agama. Percampuran- percampuran kedalam adat inilah
yang menyebabkan Wetu Telu menjadi
sangat sinkretik.[4]
Masyarakat
penganut ajaran Islam Waktu Lima
adalah masyarakat muslim yang tetap berpegang teguh pada ajaran Islam yang
sesuai dengan perintah dan ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Dalam kesehariannya
masyarakat penganut ajaran Islam Waktu
Lima lebih taat dalam mempraktekkan ajaran agama Islam yang sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadits Nabi sebagai pedomannya.[5]
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan Wetu Telu ini, para
pemakalah mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Sejarah masuknya islam ke indonesia?
2. Ruang lingkup islam wetu telu?
3. Perkembangan islam wetu telu sampai tahun 2016
ini?
C. Tujuan
Tujuan disusunnya tulisan ini adalah
untuk mengetahui lebih dalam tentang Islam Wetu Telu yang dianut oleh sebagian
Suku Sasak terutama yang tinggal di daerah Bayan Pulau Lombok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah masuknya islam ke indonesia
Sepeninggalnya nabi muhammad SAW tepatnya pada tahun 632 M silam.
Kepemimpinan agama islam tidak berhenti begitu saja, kepemimppinan islam di
teruskan oleh para khilafah dan di sebarkan ke seluruh duna termasuk indonesia.
Hebatnya baru sampai abad ke 8 islam telah menyebar hingga ke seluruh afrika,
timur tengah, dan benua eropa.baru pada dinasti umayyah perkembangan islam ke
indonesia.
Zaman dahulu indonesia di
kenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah , sehingga banyak sekali para
pedagang dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kepulauan indonesia untuk
berdagang. Hal tersebut juga menarik pedagang asal arab, gujarat, dan juga
persia. Sambil berdagang para pedagang muslim sambil berdakwah untuk
mengenalkan ajaran islam kepada para penduduk.
Menurut para sejarawan , pada abad ke -13 masehi islam sudah masuk ke
nusantara yang di bawa oleh para pedagang muslim. Ada 3 teori yang kuat tentang
masuknya islam ke indonesia.:
1.
Teori gujarat
Teori ini di pelopori oleh ahli
sejarah snouck hurgronje, menurutnya agama islam masuk ke indonesia di bawa oleh para pedagang gujarat pada abad
ke -13 masehi.
2.
Teori persia
PA husein hidayat mempelopori
teori ini, menyatakan bahwa agama islam di bawa oleh pedagang persia (iran).
3.
Teori mekkah
Teori ini menyatakan bahwa islam masuk
keindonesia langsung di bawa oleh pedagang mekkah. Teori ini berlandaskan
berita dari china yang menyatakan jika pada abad ke-7 sudah terdapat
perkampungan muslim di pantai barat sumatra.
Proses masuknya islam ke
indonesia
Masuknya islam di
indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan dengan adat serta istiadat lokal.ajaran islam
yang tidak mengenal perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat di terima di
penduduk lokal.proses masuknya islam di lakukan melalui cara berikut ini:
1.
Perdagangan
Letak indonesia sangat
strategis di jalur perdagangan di masa membuat indoneia banyak di singgahi para
pedagang dunia termasuk pedagang muslim. Banyak dari mereka yang akhirnya
tinggal dan membangun perkamungan muslim, tak jarang mereka juga sering
mendatangkan ulama’ dari negeri asal mereka untuk berdakwah.
2.
Perkawinan
Penduduk lokal beranggapan
bahwa para pedagang muslim ini adalah kalangan yang terpandang sehingga banyak
penguasa pri bumi yang menikahkan anaknya dengan para pedagang muslim sebagai
syarat sang gadis harus memeluk islam terlebih dahulu.
3.
Pendidikan
Setelah perkampugan islam
terbentuk, mereka mulai mendirikan fasilitas pendidikan berupa pondok pesantren
yang di pimpin langsung oleh guru agama dan para ulama’.para lulusan pesantren
akan pulang ke kampung halamnnya dan menyebarkan ajaran islam di daerah
masing-masing.
4.
Kesenian
Wayang merupakan budaya yang masih terjaga hingga
saat ini, dalam penyebaran ajaran islam wayang memiliki peran yang sangat
kongkrit. Contohnya sunan kalijaga yang
merupakan satu tokoh islam menggunakan pementasan wayang untuk berdakwah.[6]
Dari sekian banyak lulusan santri
yang berada di setiap belahan indonesia, di jawa,tepatnya gresik ,bernama sunan
prapen yang sudah siap menyebarkan agama islam ke berbagai pelosok di
indonesia, sunan prapen ingin pergi ke
sulawesi untuk berdakwah ,namun beliau bersandar di pelabuhan carik, lombok
barat (dahulu) sekarang lombok utara.
Sejarah mulai
terukir di belahan pulau lombok yaitu di bayan, untuk lebih jelasnya kita akan
membahas mengenai ajaran sunan prapen di bayan dan lombok pada umumnya.
B. Ruang Lingkup Wetu
Telu
a.
Sejarah Masuknya Islam Di Lombok
Teori tentang Islamisasi di Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat masih mengundang perdebatan di kalangan sejarahwan. Pertanyaan
kapan Islam masuk di Pulau Lombok dan siapa tokoh utama di balik islamisasi?
Adalah pertanyaan yang sulit disimpulkan karena masing-masing teori mempunyai
argumen yang didukung oleh fakta sejarah. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa Islam
masuk di pulau Lombok pada abad ke 17 M dari arah Timur yaitu Pulau Sumbawa.
Pendapat ini didasarkan adanya suatu riwayat yang menceritakan bahwa Raja Goa
di Sulawesi Selatan telah memeluk Islam sekitar tahun 1600 M, ketika didatangi
tiga orang muballigh dari Minangkabau, yaitu Dato’ Ri bandang, Dato’ Ri
Patimang, dan Dato’ Ri Tiro. Setelah memeluk Agama islam gelar Baginda Raja Goa
berubah menjadi al-Sulthan Alaiddin Awwal al-Islam. Selain Raja Goa juga
terdapat baginda Karaeng Matopia yang ikut memeluk Agama Islam.
Keduanya dikenal sebagai penganjur dan menyebarkan
Islam di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaanya sehingga dalam beberapa
waktu masyarakat Lombok telah memeluk agama islam. Bersamaan dengan meluasnya
wilayah kekuasaan kerajaan Goa terutama setelah penaklukan Bone pada tahun 1606
M, Bima pada tahun 1616 M, 1618 M, dan 1623 M Sumbawa pada tahun 1618 dan 1626
M, dan Buton pada tahun 1626 M, maka perkembangan Islam di Pulau Sumbawa
berlangsung secara cepat. Perkembangan Islam selanjutnya meluas hingga
menyeberangi Selat Alas dan memasuki Pulau Lombok. Selanjutnya Lalu Wacana,
seorang sejarahwan dari Nusa Tenggara Barat, berpendapat bahwa Islam masuk di
Pulau Lombok sekitar abad ke 16 M dibawa oleh Pangeran Prapen (1548-1605) atau
dikenal dengan sebutan Sunan Giri Keempat, putra Sunan Ratu Giri. Pada massa
Sunan Prapen hubungan antara Jawa dan Lombok sudah terjalin sedemikian rupa dan
telah banyak membawa pertukaran budaya. Puncak hubungan antara Jawa dan Lombok
terjalin sejak pertengahan abad ke-16 M sampai kira-kira tahun 1700 M.
Dalam kaitan ini TE Behrend menyatakan: Kontak
langsung antara Jawa dan Lombok pada kurun waktu abad ke 16 M sampai 17 M telah
membawa pertukaran budaya yang cukup besar. Dalam babad dan tradisi lisan
Lombok disebutkan bahwa terdapat mata rantai langsung yang dapat menghubungkan
dengan kota pelabuhan Giri. Sunan Giri keempat yang disebut Prapen (1548-1605)
adalah pembawa Agama Islam kepada orang Sasak (Lombok). Meskipun tidak harus
dipercaya bahwa Sunan Prapen sendiri sebagai pendakwanya. Namun daerah pesisir
membawa pengaruh kuat terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat Sasak dan
telah meninggalkan bekasnya di setiap unsur mulai dari bahasa sampai pada
ukiran nisan. Puncak hubungan Jawa-Lombok terjadi sejak pertengahan abad ke-16
M sampai abad ke-17 M. kemudian timbullah kekuasaan Bali, mengakibatkan
lenyapnya pengaruh Jawa di Lombok. Setelah prapen berhasil mengislamkan
kerajaan Lombok, Agama Islam mulai berkembang di daerah-daerah yang terjadi
wilayah kerajaan seperti di Pejanggik, Parwa, Sokog, Bayan dan desa-desa kecil
lainnya.
Tak lama
kemudian Islam tersebar di pulau Lombok kecuali di lingkungan Karajaan Pajajaran
dan Pengantap. Beberapa anggota masyarakat di kerajaan Sokong yang tidak mau
masuk Islam mulai melarikan diri ke gunung-gunung. Sedangkan Pangeran Prapen
meninggalkan Lombok untuk melanjutkan perjalanan dakwahnya ke pulau Sumbawa,
sedangkan Prabu Rangkesari memindahkan ibukota kerajaan Lombok ke Selaparang
yang merupakan bekas Pusat kerajaan Selaparang Hindu. Pemindahan ibukota ini
didasarkan atas saran Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda, dengan
pertimbangan bahwa letak Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang
oleh musuh. Pada masa pemerintahan Rangkesari tersebut perkembangan Islam
semakin pesat. Ia berhasil membawa kerajaan Selaparang kepada zaman keemasan,
kemudian
Selaparang dijadikan sebagai pusat penyebaran Agama
Islam.
Teori lain menjelaskan bahwa Islam masuk ke pulau Lombok melalui seorang mubaligh bernama Syaikh Nurur Rasyid yang datang dari Jazirah Arabia. Ia bersama rombongannya bermaksud hendak berlayar ke Australia guna meneruskan dakwahnya. Namun karena satu dan lain hal mereka singgah di Pulau Lombok dan selanjutnya menetap di Bayan, Lombok Barat Bagian Utara. Karena dikenal sebagai ulama yang sholeh, masyarakat setempat memanggil dengan nama Gaus Abdur Razzaq. Dari perkawinanya dengan Denda Bulan lahirlah seorang putra yang diberi nama Zulkarnain. Ia menjadi cikal bakal raja Selaparang yang menikah dengan Denda Islamiyah. Dari perkawinan ini lahirlah seorang putri bernama Denda Qomariyah yang populer dengan sebutan Dewi Anjani.
Teori lain menjelaskan bahwa Islam masuk ke pulau Lombok melalui seorang mubaligh bernama Syaikh Nurur Rasyid yang datang dari Jazirah Arabia. Ia bersama rombongannya bermaksud hendak berlayar ke Australia guna meneruskan dakwahnya. Namun karena satu dan lain hal mereka singgah di Pulau Lombok dan selanjutnya menetap di Bayan, Lombok Barat Bagian Utara. Karena dikenal sebagai ulama yang sholeh, masyarakat setempat memanggil dengan nama Gaus Abdur Razzaq. Dari perkawinanya dengan Denda Bulan lahirlah seorang putra yang diberi nama Zulkarnain. Ia menjadi cikal bakal raja Selaparang yang menikah dengan Denda Islamiyah. Dari perkawinan ini lahirlah seorang putri bernama Denda Qomariyah yang populer dengan sebutan Dewi Anjani.
Masyarakat Bayan, Lombok Barat mengakui bahwa pembawa
Islam ke Pulau Lombok adalah Pangeran Sangepati yang berasal dari Pulau Jawa.
Pangeran ini dikabarkan mempunyai dua orang putra, yaitu Nurcahya yang
menyebarkan ajaran Islam wetu lima atau ajaran yang berlaku di kalangan
masyarakat Islam pada umumnya. Sedangkan putra kedua bernama Nursada yang
dikenal sebagai pengajar Islam Wetu telu yang banyak dianut masyarakat Bayan di
Sembalun. Sejalan dengan perkembangan kedua faham tersebut dan banyaknya jumlah
pengikut masing-masing, penganut Islam wetu lima sering tertimpa musibah dan
penyakit, sedangkan penganut Islam wetu telu justru sebaliknya. Mereka hidup
dalam alam yang subur dan menikmati hasil panen yang melimpah ruah, penuh
kecukupan, dan berada dalam kondisi yang sehat. Melihat kondisi ini, Nurcahya mendatangi
adiknya agar bersedia menolong para pengikutnya yang mendapat musibah dengan
catatan mereka bersedia menganut Islam wetu telu. Hal ini telah menyebabkan
faham tersebut semakin berkembang di Bayan dan dianggap sebagai faham yang
paling benar oleh para pengikutnya sejak dahulu.
Selain argumen diatas, terdapat pula pendapat lain
yang mengatakan bahwa penyebar Islam pertama di pulau Lombok adalah Syekh Ali
Fatwa dari Baghdad. Awalnya, Ali Fatwa tinggal di dekat gunung Rinjani di
daerah Sembalun dan dari sanalah ia mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat
Sasak (Lombok) yang saat itu dikenal masih primitif.
a.
Sejarah Munculnya Istilah Wetu Telu
Sebelum
masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut
kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk
melalui para wali dari pulau Jawa yakni Sunan Prapen pada sekitar abad XVI,
setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Sunan Prapen merupakan raja ke 4 dari
dinasti Giri Kedaton. Ia merupakan anak dari Sunan Dalem penerus Giri yg ke 2.
Sunan Prapen lahir tahun 1432 saka atau 1510 Masehi. Pada umur 46 tahun menjadi
raja Giri ke 4 bertepatan tahun 1556 M. Dan meninggal dunia tahun 2605 M. Umur
Sunan Prapen 95 tahun. Dan memimpin kerajaan Giri Kedaton selama 49 tahun.[7]
Pangeran
Songopati mempunyai dua orang anak yaitu Nurcahya dan Nursada. Kedua anak
beliau ini diberi tugas masing-masing oleh ayahnya.
Menurut
pengakuan masyarakat penganut Islam Wetu
Telu, khususnya di Bayan, agama Islam disebarkan dan dibawa oleh Sunan
Prapen dan Pangeran Songopati dengan pendekatan tradisional yaitu tidak
menghapuskan secara langsung adat dan agama animisme masyarakat Bayan. Sehingga
membuat masyarakat Bayan dapat menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Sunan
Prapen dan Pangeran Songopati.
Nursada diberi
tugas untuk mengembangkan dan melestarikan adat sedemikian rupa sehingga
selaras dan sesuai dengan ajaran agama Islam, kemudian dari ajaran Nursada
inilah benih-benih ajaran Islam Wetu Telu mulai berkembang.
Sedangkan
Nurcahya diberi tugas untuk mengembangkan ajaran Islam sesuai dengan perintah
Al-Qur’an dan petunjuk dari Nabi Muhammad.
Kedua anak
pangeran Songopati ini mendapat pengikut yang banyak, pada perkembangan
selanjutnya para pengikut ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran Alqur’an dan
petunjuk Nabi inipun ditimpa musibah
yang berupa musibah penyakit menular, sedangkan pengikut ajaran yang mana
nantinya merupakan benih dari ajaran Islam Wetu Telu hidup tentram dan dan
damai. Setelah melihat
keadaan pengikutnya yang sedemikian rupa, maka Nurcahya meminta bantuan kepada
Nursada agar mau menolong pengikutnya yang sedang ditimpa musibah.
Akhirnya
terjadilah kesepakatan diantara dua orang saudara tersebut. Adapun kesepakatan
tersebut adalah para pengikut Nurcahya secara keseluruhan harus mengikuti
kepercayaan yang dianut oleh Nursada. Menurut masyarakat Bayan bahwa sejak
peristiwa itulah mulai muncul istilah Islam Wetu Telu.
Erni Budiwanti
menjelaskan bahwa penganut Wetu Telu memegang
konsepsi dimana mereka tidak bisa terlepas dari proses Wetu- yang berasal dari kata metu
yang berarti keluar, dan telu (tiga)
yang berarti melahirkan (menganak), bertelur (meneluk), dan tumbuh (mentiuk). Ketiga konsep inilah yang melandasi pandangan mereka terhadap
pengakuan kemahakuasaan Tuhan.[8]
Menurut Erni
Budiwanti, penganut Waktu Lima mendefinisikan
Wetu Telu sebagai orang Islam yang
melakukan hanya tiga dari limaRukun Islam yang ada hanyalah (Syahadat, Sholat
dan Puasa). Kewajiban sholat yang dikerjakan hanya terbatas pada tiga waktu
saja, yaitu sholat Subuh, Magrib dan Isya’.[9]
Ada juga yang
berpendapat bahwa wetu telu sebagai
sebuah sistem agama termanifetasi dalam kepercayaan bahwa semua maluk hidup
melewati tiga tahap rangkaian siklus, yaitu: dilahirkan (menganak), hidup
(urip), dan mati (mate).[10]
b.
Konsep Pemikiran Islam Wetu Telu
Pedoman hidup umat Islam pada umumnya
yaitu Alqur’an dan Hadits. Apa yang diperintah dan dilarang oleh Allah dan
Rasulnya melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits maka umat Islam wajib mentaati
garis-garis yang sudah ditentukan. Adapun jika ada permasalahan yang tidak ada
digariskan di Al-Qur’an dan Hadits maka umat Islam diperkenankan untuk
menggunakan Ijma’ dan Qiyas.
Namun yang terjadi pada masyarakat Bayan
mereka tidak memakai Al-Qur’an dan Hadits. Mereka hanya mematuhi apa yang sudah
diwariskan oleh nenek moyang (guru) mereka melalui para pemangku adat, penghulu
(terpilih berdasarkan keturunan) dan para kiyai (terpilih berdasarkan wasiat
dari kiyai sebelumnya ataupun keturunan.
Tapi dari segi keyakinan persaksian atau
syahadat, masyarakat Bayan tetap mengkui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad
sebagai Rasul utusan Allah. Adapun mengenai Al-Qur’an dan Hadits mereka tetap
percaya. Buktinya dengan adanya sebuah kitab Al-Qur’an yang ditulis pada sebuah
kulit unta. Menurut cerita kitab itu disimpan di rumah adat yang ada di
Semokan. Berbeda dengan kitab Lontar, kitab yang menjadi salah satu kepercayaan
mereka dan kitab itu telah diubah kedalam bahasa Jawa kuno. Dan kitab itu bias
dijumpai di masing- masing rumah adat.
Al-Qur’an itu dianggap sakral oleh
masyarakat Bayan, tidak boleh dilihat apalagi disentuh oleh setiap orang
kecuali Pemangku Adat. Karena menurut masyarakat hanya pemangku adat lah yang
boleh melihat dan menyentuh Al-Qur’an tersebut. Masyarakat menganggap mereka
tidak pantas melihatnya karena masyarakat jauh dari kesucian.
c.
Ritual Adat dan Keagamaan Penganut Wetu Telu
Dari ke lima Rukun Islam yang dipercayai oleh
penganut Islam Waktu Lima. Akan tetapi sangat berbeda dengan penganut Islam Wetu Telu. Dimana para penganut Islam Wetu Telu hanya mengikuti tiga
saja dari kelima rukun tersebut. Diantaranya: (Syahadat, Sholat, dan Puasa).
Sedangkan Zakat dan Haji tidak ada bagi mereka. Adapun zakat yang dimaksud
dalam paham mereka hanyalah sedekah, yang diberikan kepada kiai nya saja.
1. Ritual keagamaan
a. Syahadat
Pada dasarnya
syahadat yang di yakini oleh masyarakat penganut ajaran islam Wetu Telu sama
dengan yang di yakini oleh masyarakat penganut ajaran Islam Waktu Lima, yaitu
syahadat tauhid sebagai pengakuan akan ke-Esaan Allah, yang kedua adalah
syahadat Rasul yaitu sebagai sebuah pengakuan akan eksistensi Nabi Muhammad
sebagai utusan Allah. Akan tetapi, yang membedakannya adalah Syahadat
penganut islam Wetu Telu menggunakan
bahasa Jawa. Tapi makna dari syahadat mereka adalah sama.
Lafal Syahadat Islam Wetu Telu adalah:
Weruh ingsun nora ana pangeran liane
Allah, lan weruh ingsan setuhune Nabi Muhammad utusan Allah.
Adapun artinya dalam bahasa Indonesia
adalah: aku bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT, dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad Saw itu utusan Allah.
b. Sholat
Masyarakat penganut ajaran Islam Wetu
Telu, mereka hanya meyakini dan melaksanakan ibadah sholat hanya ada tiga saja.
Kewajiban sholat yang dikerjakan hanya
terbatas pada tiga waktu, yaitu sholat Subuh, Magrib dan Isya’.[11]
. Dalam pelaksanaannya, sholat yang
dilaksanakan hanya sholat subuh, sholat Maghrib, dan sholat isya, yang
dilaksanakan pada dini hari, senja dan malam hari. Dua sholat yang lainnya
yaitu sholat Dzuhur dan Ashar tidak dilaksanakan.
c. Puasa
Puasa menurut penganut islam
waktu lima dan wetu telu sangatlah berbeda, karena pada umumnya penganut islam
waktu lima melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh namun berbeda halnya dengan
penganut wetu telu mereka hanya melaksanakan ibadah puasa pada awal,
pertengahan dan ahir. Hal ini menujukan betapa kontras dan bersebrangannya
pengamalan ibadah puasa islam wetu telu dan waktu lima.
d. Zakat
Menurut mayarakat penganut wetu
telu zakat hanya di berikan pada kiyainya saja sebagai bentuk penghormatan
merekaterhadap kiyai mereka.
e.
Haji
Ibadah haji merupakan salah
satu rukun islam yang kelima yang harus di lakukan oleh umat muslim yang sudah
mampu baik dari fisik maupun segi pinansial dan bisa juga menjadi sebuah
kewajiban, akan tetapi berbeda halnya dengan penganut wetu telu yang di mana
mereka tidak pernah melakukan ibadah haji karena pada dasarnya mereka hanya
meyakini rukun islam yang tiga saja.
2. Ritual adat
Masyarakat penganut wetu
telunberdasarkan kepercayaan dan keyakinannya memiliki sejumlah upacara yang di
selenggarakan dalam rangka memperingati dan menunjukan rasa syukur kepada tuhan
pencipta alam semesta dengan perantara arwah nenek moyang mereka.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk sesaji
yang di berikan kepada arwah nenek moyang mereka dalam upacara-upacaara yang di
adakan.
a. Upacara Negara
Upacara Negara adalah upaacara
selamatan yang diikuti oleh semua penganut ajaran wetu telu, di mana dalam
acara ini di pimpinoleh seorang pemangku adat.upacara Negara di bagi menjadi
empat bagian yaitu:
1. Pesta alip
Pesta alip adalah upacara yang di lakukan
sebagai sarana untuk memohon kepada tuhan agar memperoleh berkah dan lindungan
tuhan dengan cara bersih-bersih dan renovasi tempat-tempat yang mereka anggp
suci atau sacral dan pesta alip ini di lakukan 8 tahun sekali.[12]
2. Upacara tilawat
Upacara ini merupakan kelanjutan dari pesta alip yang di laksankan delapn
tahun sekali. Pada acara tilawat ini para kiyai dan penghulu berkumpul kemudian
megucapkan bacaaan-bacaan zikir yamg
bertujuna untuk di beri keselamatan, di berikan petunjuk jalan yang benar, di
hindarkan dari musibah dan ampunan dosa-dosa.
3. Upacara ngaji makam
Ngaji makam di laksanakan satu kali dalam
satu tahun yang bertujuan untuk bersyukur atas segala rizki dalam bentuk hasil
panen yang melimpah. Ngaji makam inni di laksanaakn di makam reak atau makam leluhur
lainnya.
4. Upacara wiwitan
Upacaara wiwitan ini hanya di laksankan
ketika penganut islam wetu telu sedang di landa musibah seperti kemarau panjang
atau di timpa penyakit menular. Tata cara pelaksanaan upacara wiwitan ini yaitu
dengan melaksanakan solat di masjid kuno yang di hadiri oleh semua kiyai dan
penghulu, kemudiann di sertai dengan pemberian sesaji kepada arwah nenek
moyang. Kemudian di lanjutkan dengan pembacaan takepan tepal(naskah daun lontar
kuno berisi kisah-kisah nabi) yang di pimpin oleh pemangku adat.
b. Rintual menyambut dan memeperingati hari besar islam
1. Peringatan bubur abang dan bubur putek
Pada tanggal 10 muharam untuk bubur putek
dan 8 safar untuk bubur abang. Penganut islam wetu telu membuat bubur beak dan
bubur putek untuk memperinagati munculnya umat manusia dengan beranak pinaknya
mereka melalui perkawinan. Bubur putek melambangkan sperma yang ada pada nabi
adam dan bubur beak untuk darah haid pada hawa.
Peringatan
ini di laksanakan dengan menyediakan bubur kepada para leluhur yang sudah
meninggal kemudian di akhiri dengan makan bubur bersama oleh para pemangku,
toak lokak, kiyai dan penghulu.
2. Maulid adat
Maulid adat ini merupakan acara yang di
laksanakan dengan cara yang paling istimewa di bandingkan dengan acara-acara
yang lain. Dan inti dari maulid adat ini yaitu mengadakan makan bersama dengan
meyembelih sapi dan kambing. Maulid adat ini di laksankan di masjid kuno dan
tidak lupa masyarakat menyajikan sesaji kepada arawah leluhur.
3. Rowah wulan dan sampet jum’at
Meskipun masyarakat bayan tidak berpuasa sepenuhnya, mereka melaksankan
upacara roah wulam dan sampet jum’at yang jatuh sebulan sebelum bulan ramadhan.
Rowh wulam di laksankan pada hari pertam bulan sya’ban, sedangkan sampeet
jum’at di adakan pada jum;at terakhir
bulan sya’ban[13]
4. Maleman qunut dan maleman likyran
Maleman qunut di lakukan pada hari ke
enam belas ramadhan dan ini merupakan peringatan yang menandai berhasilnya
melalui separuh puasa. Ketika mayarakat bayan yang wetu telu memperinagatu
malaeman qunut beda halnya dengan masyarakat penganut waktu lima merka
melaksankan nuzulul qur’an
Orang
bayan juga melaksanakn maleman likuran yang di selenggarakan pada malam
21,23,25,27,29 pada bulan ramadhan. Perayaan tersebut di namakan malem selikur
samapai malem siwak likur. Pada malam itu masing-masing pemuka adat secara
bergantian membawa ancak ke majid kuno. Ancak adalah piring anyaman bamboo yang
di tutpi daun pisang berisi makanan ritual.
5. Lebaran topat
Seminggu selepas lebaran tinggi ,
masyarakat bayan akan merayakan lebaran topat di masjid kuno. Dalam perayaan
ini, seluruh kiyai dengan di pimpin penghulu melakukan sembahyang qulhu atau
sholat empat rakaat yang menandai pembacaan surah al-ikhlas sama-sama seratus
kali.[14]
6. Lebaran pendek
Dua bulan setelah lebaran topat, oran bayan
merayakan lebaran pendek. Peristiwa ini di tandai dengan sejumlah upacara.
Mula-mula kiyai mengosap di makam leluhur. Tujuan upacara ini adalah memohon
kepada arwah leluhur agar memberikan berkah bagi mereka. Orang bayan akan
mengadakan perayaan lebaran pendek, upacara ini serupa dengan upacara lain yang
yang di tujukan kepada leluhur.
Keesokan paginyaa seluruh kiyai yang di pimpin oleh
penghulu melaksanakan sholat di masjid kuno. Usai sholat berejamaah seorang
kiyai mebacakan khutbah formal yang sudah di tulis terlebih dahulu dalam huruf
arab, di mimbara masjid
d.
Respon Waktu Lima
Terhadap Wetu Telu
Pada awal abad 20 Terjadi pembahruan di sejumlah daerah
di Nusantara termasuk di pulau Lombok. Arus pembaharuan
oleh beberapa tokoh agama dalam sebutan suku sasak dilakukan oleh Tuan Guru. Sekembalinya
mereka dari tanah suci membawa semangat dakwah ke Lombok. Tokoh-tokoh tersebut
diantaranya TGH. Mustafa dari Sukarbela Lombok Barat, TGH. Amin dari Sesela
Lombok Barat, TGH. Mas’ud dari Kopang, dan TGH.Umar dari Kelayu Lombok Timur.
Sekitar tahun 1935, sebahgian besar diantara penganut wetu telu
menggabungkan diri untuk mempertahankan tradisi dan agama nenek moyangnya,
dalam satu gerakan yang mereka namakan “ Agama Islam Waktu Telu Majapahit
Lombok Selaparang. Namun
karena tidak adanya koordinasi yang teratur membuat penganutnya semakin
terpisah-pisah dalam berbagai golongan.
Derasnya arus
dakwah Pada periode tahun 1920-1940 memunculkan para Tuan Guru yang melakukan
dakwah seperti ; TGH. Lopan, TGH. Rais,
TGH.Saleh Hambali, TGH. Abdul Hamid, TGH. Abdul Karim, TGH. Badrul Islam.
Kemudian pada tahun 1940-an menyusul lagi tokoh TGH. M.Zainudin Abdul Majid
mendirikan pondok pesantren NW di Lombok Barat , dan TGH.Mustafa Khalidi, dan
TGH Ibrahim Khalidi di Lombok Barat mendirikan Pondok Pesantren
Al-Ishlahuddiny.
Para tuan guru
tersebut melakukan dakwah melalui pendirian pondok pesantren dan menelurkan
alumni yang tersebar di berbagai
pelosok secara arif dan bijaksana
sehingga masyarakat Lombok secara perlahan mengalami arus perubahan.
Pada
akhir 1990-an penganut Wetu Telu dalam posisi minoritas dihadapkan dengan
gerakan dakwah kultural waktu lima.
Penganut Islam Wetu Telu saat ini hanya sekitar 1% dari jumlah masyarakata keseluruhan. Persebarannya sendiri kawasan Tanjung dan beberapa desa di kecamatan Bayan (sekarang termasuk kabupaten Lombok Utara) seperti Loloan, Anyar, Akar-Akar, dan Mumbul Sari serta dusun-dusunnya memusat di Senaru, Barung Birak, Jeruk Manis, DasanTutul, Nangka Rempek, Semokan dan Lendang Jeliti. Ajaran Islam wetu telu sebenarnya secara formal sudah tidak ada sejak tahun 1968. Pada saat itu para tokohnya sudah menyatakan meninggalkana ajaran tersebut dan memutuskan bergabung bersama pemeluk agama islam pada umumnya. Namun, kebudayaan Wetu Telu sendiri masih hidup dan dipertahankan sebagai kebudayaan warisan leluhur yang harus dilesatrikan.
Penganut Islam Wetu Telu saat ini hanya sekitar 1% dari jumlah masyarakata keseluruhan. Persebarannya sendiri kawasan Tanjung dan beberapa desa di kecamatan Bayan (sekarang termasuk kabupaten Lombok Utara) seperti Loloan, Anyar, Akar-Akar, dan Mumbul Sari serta dusun-dusunnya memusat di Senaru, Barung Birak, Jeruk Manis, DasanTutul, Nangka Rempek, Semokan dan Lendang Jeliti. Ajaran Islam wetu telu sebenarnya secara formal sudah tidak ada sejak tahun 1968. Pada saat itu para tokohnya sudah menyatakan meninggalkana ajaran tersebut dan memutuskan bergabung bersama pemeluk agama islam pada umumnya. Namun, kebudayaan Wetu Telu sendiri masih hidup dan dipertahankan sebagai kebudayaan warisan leluhur yang harus dilesatrikan.
Sampai saat ini,
penganut wetu telu berkurang. Karena yang disebabkan persilangan pernikahan dan
elektronik. Bahkan Seorang warga di Dusun
Mbar- Mbar, Desa Akar- AKar salah seorang warga yang lulusan dari Pondok
Pesantren sedang merangcang akan bekerjasama dengan Tuan Guru untuk mendirikan
sebuah Lembaga Pondok Pesantren. Yang dimana diharapkan akan mengurangi
penganut dari Wetu Telu tersebut.Itu
adalah salah satu upaya untuk mengurangi penganut dari Wetu Telu.
b.
Perkembangan wetu telu
hingga saat ini
a.
Ritual ke agamaan wetu
telu dalam konteks ibadah shlat dan puasa
Dari hasil wawancara
para pemakalah dengan beberapa inforamn, baik dari kalangan masyarakat biasa,
masyarakat yang tidak setuju dengan wetu telu, kiyai bahkan dari kalangan
raden.
Adapun hasil wawancara
yang kami lakukan memperoleh hasil sebagai berikut:
1. Ritual sholat
-
Menurut irfan ( masyarakt yang tidak setuju dengan
wetu tellu) mengatakan, para penganut wetu telu hanya melaksanakan sholat di
tiga waktu saja. Yakni subuh magrib dan isya.
-
Menurut kiyai ratialif( kiai dusunn gelumpang, desa
akar-akar) mengatakan bahwa masyarakat penganut wetu telu sholatnya sama dengan
masyarakt penganut waktu lima atau seperti kaum muslimin pada ummunya.
-
Menurut raden palasari ( juru kunci masjid kuno,
bayan) mengaatakan bahwa sholat yang di laksanakan oleh penganut wetu telu sama
dengan sholat umat muslim pada umunya yakni subuh, zohor, asar, magrib isya.
2. Ritual puasa
Adapun hasil wawancara dari beberapa informan terkai
ritual puasa penganut wetu telu sebagai berikut.:
-
Irfan (masyarakat yang tidak setuju dengan wetu telu)
mengatakan bahwa para penganut wetu telu hanya berpuasa pada awal, pertengahan,
dan khir saja.[15]
-
Menurut kiai rati alif( kiai dudun gelumpang desa
akar-akar) mengatakan bahwa puasanya penganut wetu telu minimal di lakukan
sebanyak 7 hai. Dan ketika melaksanakn ibadah puasa ada hal-hal yang harus di
jauhi supaya ibadah puasanya tidak batal. Adapun larangan-larangan yang tidak
boleh di langgar natara lain:
1. Tidak boleh berkeringat
2. Tidak boleh
mengeluarkan darah
3. Tidak boleh marah
4. Tidak
boleh melihat istri
5. Tidak
boleh tidur
6. Tidak
boleh menyentuh istri
7. Tidak
boleh bersentuhan dengan hewan seperti nyamuk , semut , kupu-kupu dll.[16]
Jika hal-hal tersebut di langgar maka puasanya batal dan harus di ganti pada hari yang sama.
-
Menururt raden palasari ( juru kunci masjid kuno, bayan) mengatakan bahwa
puasanya para penganut wetu telu sama seperti puasanya para penganut waktu lima
atau kaum muslimin pada umumnya.
b.
Ritual keagamaan waktu
lima dalm konteks ibadah shalat dan puasa
1. Ritual shalat
Dalam ajaran agama islam, shalat yang wajib di
kerjakan bagi pemeluknya atau umat muslim adalah lima waktu. Yakni: subuh,
zohor, asar, magrib, isya.
c.
Kesesuian
ritual penganut wetu telu dengan ajaran agama islam
Ritual
atau kepercayaan seperti wetu telu sangat bertentangan dengan ajaran agama
islam waktu lima atau kaum muslim pada umumnya. Dalam hal ini pemakalah hanya
mengkhususkan beberapa ritual keagamaan saja. Mengingat tradisi atau ritual
penganut wetu telu terbilang banyak, maka pemakalah hanya memfokuskan dalam
konteks ritual shalat dan puasa saja.
Yang
seharusnya shalat dilaksanakan lima kali dalam dalam sehari, dan berpuasa dalam
satu bulan penuh dalam bulan ramadhan
Tapi,
dalam kepercayaan penganut wetu telu shalat yang dilakukan sebanyak tiga kali,
yakni Subuh, Magrib, dan Isya’. Dan puasa minimal tiga kali dalam sebulan,
yakni awal bulan, pertengahan bulan dan pada akhir bulan ramadhan.
Ritual
yang seperti inilah yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam dan begini lah
yang dilakukan oleh para penganut Wetu telu.
d.
Faktor berkurangnya penganut Wetu telu.
Sesuai
dengan hasil wawancara dengan beberapa informan bahwa penganut wetu telu sudah
berkurang. Berkurangnya dalam konteks berkurangnya para pengikut atau penganut
wetu telu.
Faktor
penyebab berkurangnya penganut Wetu telu yang diperoleh melalui hasil penelitian
tahun 2008 dalam konteks kebijakan adalah Adanya tekanan. Tekanan dalam artian bahwa para penganut lima menekan
para penganut wetu telu untuk dihapuskan
atau menghentikan tradisi atau kepercayaan mereka. Dilihat juga
dari perlawanan dari penganut lima serta
dukungan dari pihak kementrian agama atau pemerintah daerah untuk menghapuskan
istilah wetu telu.
Faktor
penyebab berkurangnya penganut wetu telu yang diperoleh melalui wawancara
adalah, sebagai berikut.
1.
Persilangan pernikahan.
Dengan adanya persilangan pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat
bayan, itu menjadi salah satu faktor berkurangnya penganut wetu telu. Sebagai
contoh, ketika pihak wanita berasal dari bayan dan laki-lakinyaberasal dari
tempat yang berbeda, maka sang memplai wanita akan ikut
memplailaki-laki.sehingga ini menjadi salah satu faktor berkurangnya penganut
wetun telu.[17]
2.
Elektronik.
Dengan masuknya
elektronik daikawasan Desa akar-akar, Dusun Mbar-mbar, elektronik menjadi salah
satu faktor bekurangnya penganut wetu telu.
Perbandingan
data.
-
Hasil penelitian 2008
-
Hasil penelitian 2016
No
|
Jenis
|
Data
|
Persentase
|
Ket
|
|
Wawancara
|
Penelitian
|
||||
1
|
Tekanan
|
-
|
ü
|
-
|
Karena
adanya tekanan dari penganut waktu lima
|
2
|
Persilangan
pernikahan
|
ü
|
-
|
-
|
Karena
adanya persilangan pernikahan yang terjadi
Contoh:
pernikahan yang salah satunya berasal dari bayan
|
3
|
Elektroik
|
ü
|
-
|
-
|
Dengan
adanya elektronik bisa mengurangi penganut wetu telu.
|
Deskripsi Praktek Ritual Keagamaan (Islam)
Antara Wetu Telu Dan Waktu Lima
No
|
Objek
|
Wetu telu
|
Waktu lima
|
1
|
Penghormatan
pada roh nenek moyang dan benda-benda( animisme-dinamis
|
Sangat
dijalankan dan merupakan bagian dari ritual keagamaan
|
Sebagian
besar telah dihilangkan, namun masih dianut oleh sebagian masyarakat di
kawasan pedesaan
|
2
|
Masih
dijalankan dan merupakan bagian dari ritual keagamaan
|
Masih
dijalankan dalam konteks keagaamaan selama tidak menyalahi hukum agama dan
dilaksanakan dalam konteks adat-istiadat
|
|
3
|
Sholat
|
Hanya tiga
waktu sholat dan hanya dilaksanakan oleh para kiyai saja
|
Lima waktu
sholat dan berlaku untuk semua penganut islam secara umum
|
4
|
Penyaluran zakat
|
Hanya untuk para kiyai saja
|
Disalurkan untuk kerabat dan fakir miskin
|
5
|
Puasa
|
Hanya dijalankan
oleh para kiyai, dan dilaksanakan pada 3 hari awal puasa, 3 hari ditengah
puasa, dan 3 hari diakhir puasa.
|
Dijalankan
oleh semua umat islam selama satu bulan penuh
|
6
|
Haji
|
Tidak
termasuk dalam ajaran
|
Dijalankan
bagi yang mampu ( lahir dan batin)
|
BAB III
ANALISIS
Perkembangan
agama di indonesia sangatkan pesat ,termasuk di lombok terdapat agama yang
beraneka ragam,seperti agama islam ,hindu,katholik,konghucu dan lain
sebagainya.di lombok memiliki masyarakat mayoritas islam dan sisanya minoritas.
Sejarah
menjelaskan ,bahwa islam pertama masuk di indonesia adalah pada abad 13 M, dan
islam masuk ke lombok pada abad ke-16 yang di bawa oleh sunan prapen,yaitu
putra dari sunan giri, yang dimana sunan prapen ini akan pergi ke sulawesi untuk
berdakwah namun ia terdampar di pelabuhan yang di kenal dengan pelabuhan carik,
nah di sinilah sunan prapen pertama berlabuh,tempatnya di bayan lombok utara.
Sunan
prapen datang ke lombok untuk menyebarkan islam,namun apa yang di cita-citakan
berbalik arah, islam yang seharusnya sempurna dengan rukun islam yang banyaknya
5 di ubah sedemikian rupa menjadi kurang dari lima,hal ini di karenakan belum
tuntasnya ajaran sunan prapen di tanah bayan dengan janji sunan prapen untuk
kembali lagi ke bayan ketika ia akan pergi ke sulawesi tapi apalah daya, raja
agung datang dengan membawa adat baru dan budaya baru,islam hasil ajaran sunan
prapen di nodai oleh budaya raja agung
Seiring
berjalannya perkembangan islam di bayan menjadi ricuh dan campur,sudah tidak
ada kepercayaan terhadap ajaran yang baru karna itu adalah ajaran yang mereka
pertama tahu, dan sulit untuk belajar
yang lain dan ajaran pertama mereka namakan dengan islam wetu telu.
Perkembangan
islam wetu telu berbeda dengan perkembangan islam waktu 5,penerapan praktek
rukun islam yaitu solat bagi penganut islam wetu telu di kerjakan oleh para
kiyai , itu perbedaan yang terjadi dengan waktu 5, demikian jugadengan
puasanya, hanya dikerjakan oleh kiyai saja , dan zakat hanya di peruntukkan
untuk kiyai.
Sedangkan
waktu lima mengerjakan dengan sempurna, waktu lima mengerjakan solat lima waktu
,mengerjakan puasa sebulan full dan berzakat kepada fakir miskin dan terakhir berhaji apabila mampu.
Nilai
positif dari islam wetu telu adalah orang –orang wetu telu ini sangat kuat
pendirian dan teguh dengan keyakinan, wetu telu sangat sulit terpengaruh oleh
hal yang baru dan juga orang-orang wetu telu ini melestarikan budaya sasak .
Nilai
negatif dari islam wetu telu ini sangat banyak sekali mulai dari penilaian masyarakat
tentang solatnya yang tidak 5 waktu dan berpuasa hanya 3 kali awal tiga kali
pertengahan tiga kali akhir.
Mereka
sendiri tidak ingin di katakan orang wetu telu karna itu merupakan ejekan buat
penganut wetu telu, mereka akan marah ketika dikatakan dikatakan solat 3 kali
sehari, padahal apa yang tertera sudah jelas dan berita serta bukti di
masyarakat , hal tersebut benar adanya.
BAB IV
KESIMPULAN
Indonesia merupakan negara pengahasil
rempah-rempah terbesar di dunia, dengan nuansa alamnya yang sejuk, alami ,
damai, membuat para pedagang dan perindustrian di benua asia barat dan tengah
tergiur akan hal tersebut, sehingga banyak pedagang berasal dari timur tengah
pergi ke indonesia untuk berdagang tidak sedikit pedagang islam masuk ke
indonesia sehingga , masyarakat di indonesia mengenal ajaran islam karna di
bawa oleh pedagang dari mekkah, gujrat,persia dan lain-lain.
Meodel
penyebaran islam di indonesia adalah berdagang, persilangan
perkawinan,pendidikan.penyebaran islam di indonesia tidak hanya terjadi di jawa
melainkan di seluruh pelosok negeri, sunan prapen berdakwah ke seluruh
nusantara termasuk di wilayah lombok, khususnya di bayan adalah tempat yang
paling suci pada abad ke-16 karna masih murni belum ada campur tangan dari
budaya lain.
Seiring
berjalannya waktu, bayan menjadi pusat islam di lombok , namun terjadi
perbedaan ajaran ada yang memiliki pemahaman waktu solat hanya 3 kali sehari
ini yang di sebut wetu telu dan ada juga yang memiliki pemahaman tentang solat
lima kali sehari ini yang di sebut waktu lima. Penganut waktu lima memiliki
persepsi bahwa wetu telu adalah ajaran yang salah dan tidak sesuai dengan
ajaran islam,wetu telu masih mempercayai adanya roh-roh,selain itu juga wetu
telu dianggap menyeleweng, dari semua peribadatan yang dilakukan wetu telu
menjadi sorotan waktu lima.
Penganut
wetu telu menganggap dirinya sebagai orang islam dan melaksanakan perintah dari
islam, dan menurut mereka adalah yang paling benar, namun kenyataannya pada
aplikasi sehari-hari tidak sesuai dari yang dikatakan, merek mengatkan wetu
telu itu adalah budaya, bukan islam, namun menurut waktu lima mereka menyatukan
islam (keyakinan ) dengan adat istiadat bahkan mereka mengesampingkan islam
dari adat istiadat , penganut wetu lebih mengutamakan budaya/adat dari pada
agama, maka dari itu wetu memiliki upacara agama yang bernilai adat.
Penganut
wetu telu ketika berbicara mengenai syahadat wetu telu, termasuk dalam konteks
sinkretisme agama. Mengingat bahasa yang di gunakan adalah bahasa jawa yang
berbunyi:weruh insun nora ana pangeran liane allah,lan weruh ingsan setuhune
nabi muhammad utusan allah.
Perdebatan
antara wetu telu dan waktu lima menjadi permasalahan yng tidak pernah selesai,
karna budaya yang sudah melekat di suatu desa akan sulit di musnahkan, apalgi
pernah orang nomor 1 di NTB (gubernur) ingin merubah budaya bayan namun tidak
bisa, sinkretisisme adalah jawabannya , islam wetu telu adalah pepaduan antara
budaya islam,budaya jawa, dan budaya bali( raja agung)
Kebudayaan, agama, dan adat istiadat erat kaitannya dengan kehidupan
manusia. Baik dalam keadaan sendiri maupun saat bersosialisi dengan orang lain.
Ketiganya sangat erat hubungannya. Pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh
kebudayaan dan adat istiadat daerah setempat.
Hubungan antara kebudayaan, agama, dan adat istiadat dalam pelaksanaannya
di kehidupan manusia dapat dijelaskan dengan sederhana yaitu, manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupannyayang dapat dipengaruhi oleh
unsur-unsurkebudayaan, agama, dan adat istiadat di daerah atau lingkungan
tempat dia tinggal.seperti saat dia berbicara atau melakukan suatu kegiatan,
misalnya makan, minum dan juga saat dia berjalan.Dalam pelaksanaan kegiatan
beragama tidak bisa dihindarkan dari unsur-unsur di atas.Contohnya, proses
pemakaman masyarakat di berbagai
Dengan membiasakan diri kita mengenal kebudayaan, agama, dan adat
istiadat sejak kecil, maka kita dapat langsung bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar kita saat kita beranjak dewasa. Dan kita akan berfikir berulang-ulang
ketika ada kebudayaan, agama, dan adat istiadat baru yang muncul di sekitar
atau lingkungan kita. Sehingga hal itu tidak sampai menjadi punah termakan
zaman.
Daftar pustaka
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.html
budiwanti
Erni, islam sasak,LkiS,Yogyakarta,2000
noor , muhammad, muslihan habib,visi
kebangsaaan religius,bania publishing,jakarta timur, 2014
Zaelani
Kamarudin, Satu Agama Banyak Tuhan:2007
[1] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius. Hal. 91
[4] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi
Kebangsaan Religius.hal. 88-89
[6] http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.html
[7] A. Zaky Yudhistira, Makalah
Peradaban Islam, Program Magister STAINU Jakarta, 2013.
[8] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius. Hal. 91
[9] Kamarudin Zaelani, Satu Agama
Banyak Tuhan. Hal. 18.
[10] Muslihan Habib, Mohammad Noor, Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius. Hal 91
[11] Kamarudin Zaelani, Satu Agama Banyak Tuhan. Hal 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar